Kamu pasti pernah merasa kalau otak sedang lowbat, berfikir lambat dan mudah frustasi. Atau bahkan merasa sudah tua sehingga tidak mampu berfikir maksimal. Barangkali kamu tidak pernah melakukan senam otak.
ALBERT Einstein misalnya, banyak orang memberi predikat kepadanya sebagai manusia genius. Padahal, dia hanya menggunakan 4-5 persen dari kemampuan otaknya. Otak manusia terdiri dari 100 miliar syaraf yang masing-masing terkait dengan 10 ribu syaraf lain. Otak terdiri dari dua belahan, kiri dan kanan. Namun, 85 persen orang di dunia ini ternyata hidup dengan mengandalkan otak kiri saja. Sebagian dari sisanya menggunakan kombinasi keduanya, dan sebagian lagi memakai otak kanan. Otak kiri berfungsi mengatur badan bagian kananberpikir logis, rasional, menganalisis, berbicara, berorientasi pada waktu hal-hal yang rinci, pusat matematika,kemampuan menulis dan membaca.
Otak kanan berfungsi mengontrol badan bagian kiri, bermusik, menari, kreatif, melihat keseluruhan, bersosialisasi, komunikasi, interaksi dengan orang lain, pengendalian emosi, kemampuan intuitif kemampuan merasakan, memadukan, serta ekspresi tubuh. Usia makin bertambah, maka otak juga mulai menua. Proses menua adalah proses alamiah yang akan dialami semua mahluk hidup. Fenomena menua juga terjadi pada sel-sel otak. Menurut Bagian Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Unhas, dr Jumraini Tammase, SpS, pada usia 70 tahun, bagian otak yang rusak bisa mencapai 5-10 persen pertahun. Akibatnya, proses berpikir menjadi lamban, sulit kon-sentrasi, dan kemampuan daya ingat menurun.
“Banyak anggapan di masyarakat, orang yang sudah lanjut usia akan menjadi pikun, tidak kreatif, pemarah, penyakitan, dan tidak bisa bekerja lagi. Padahal kenyataannya, tiap orang tetap bisa memaksimalkan otaknya pada usia beberapa pun. Buktinya, masih banyak profesor, seniman, bankir, atau politisi yang usianya di atas 60, tetapi masih produktif.
Gangguan pada sel otak juga bisa dialami oleh orang muda. Itu bisa terjadi akibat cidera pada kepala penyakit down syndrome, stroke, tumor otak dan sebagainya. Namun gejala lupa yang dialami oleh orang berusia muda misalnya kurangnya konsentrasi ketika sedang melakukan sesuatu. Pada lansia, penurunan kemampuan otak dan tubuh membuat tubuh mudah jatuh sakit, pikun, frustrasi. Meski demikian, penurunan ini bisa diperbaiki dengan senam otak. Senam otak tidak saja akan memperlancar aliran darah dan oksigen ke otak, tetapi juga merangsang kedua belahan otak untuk bekerja. Senam otak ditemukan dr Paul Dennison, ahli senam otak.
Gerakan yang menghasilkan stimulus itulah yang dapat meningkatkan kemampuan kognitif (kewaspadaan, konsentrasi, kecepatan, persepsi, belajar, memori, pemecahan masalah dan kreativitas), menyelaraskan kemampuan beraktifitas dan berpikir pada saat yang bersamaan, meningkatkan keseimbangan atau harmonisasi antara kontrol emosi dan logika, mengoptimalkan fungsi kinerja panca indera, menjaga kelenturan dan keseimbangan tubuh.
Senam otak juga dapat meningkatkan daya ingat dan pengulangan kembali terhadap huruf atau angka (dalam waktu 10 minggu), meningkatkan ketajaman pendengaran dan penglihatan, mengurangi kesalahan membaca, memori, dan kemampuan komprehensif pada kelompok dengan gangguan bahasa, hingga mampu meningkatkan respons terhadap rangsangan visual. Selain hal tersebut, brain gym juga digunakan untuk terapi beberapa gangguan pada anak-anak seperti Hipersensitivitas, ADD (Attention Difficulty Disordes) atau gangguan pemusatan perhatian, EH (Emotional Handicaps) atau gangguan emosional, FAS (Fetal Alcohol Syndrome) atau sindrom bayi, dan LD (Learning Disabilities) atau gangguan kemampuan belajar.
Manfaat Senam otak
1. Terhindar dari rasa stres
2. Merasa lebih awet muda
3. Dapat menyikapi permasalahan dengan lebih tenang
4. Bugar, sehat, dan fit
5. Menunda kedatangan menopause
6. Sebagai sarana untuk mencegah dan memudahkan penyembuhan terhadap penyakit
Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menjaga kesegaran otak :
1. Hindari rasa stres, cemas, dan depresi.
2. Hindari polusi. Udara yang polusi dapat mengakibatkan berkurangnya oksigen yang terserap ke otak, sehingga otak tidak dapat berkembang dengan optimal.
3. Makanlah makanan yang bergizi.
4. Berolahraga secara teratur untuk menjaga keseimbangan otak dan memaksimalkannya.
Senam otak sangat mudah dilakukan dan sederhana. Gerakan senam otak ini haruslah dilakukan secara berurutan. Awali dengan minum air putih secukupnya, untuk membantu memberikan energi langsung ke otak, membantu pencernaan, dan metabolisme tubuh. Anda dapat melakukannya hanya dengan menghabiskan waktu sekitar 7 menit setiap berlatih.
Urutan gerakannya antara lain seperti :
1. Minum air putih secukupnya.
2. Lakukan pernafasan perut (menghirup lalu mengeluarkannya kembali sebanyak 4 hingga 8 kali).
3. Melihat ke kanan dan ke kiri selama 4 hingga 8 kali dengan melakukan pernafasan perut.
4. Santai selama 4 hingga 8 kali pernafasan perut.
5. Letakkan kaki rata di atas lantai. Ujung-ujung jari tangan dan kaki saling bersentuhan selama hingga 8 kali pernafasan perut.
6. Rentangkan kedua tangan Anda seluas mungkin dan senyaman mungkin. Gerakan ini dilakukan untuk memadukan otak. Sementara itu bayangkan otak kiri dan otak kanan menjadi satu, dengan menyatukan kedua tangan selama 4 hingga 8 kali pernafasan perut.
7. Sentuh titik-titik di bagian kepala bagian kiri dan kanan selama 4 hingga 8 kali pernafasan perut.
8. Silangkan kaki secara bergantian sebanyak 10 hingga 25 kali.
Gerakan Senam Otak
Brain gym adalah rangkaian latihan berbasis gerakan tubuh sederhana. Dapat dilakukan di mana saja, kapan saja, dan oleh siapa saja. Sebelum melakukan rangkaian gerakan senam otak dianjurkan terlebih dahulu meminum air, karena air adalah unsur pembawa energi listrik Air mengandung mineral. Air putih bahkan membantu memperlancar peredaran darah dan oksigen ke seluruh tubuh. Kekurangan air akan membuat otot menegang sehingga tubuh tidak merasa nyaman. Berikut beberapa gerakan dasar senam otak untuk Anda latih menurut dr Jumraini Tammase, SpS:
GERAKAN SILANG.
Cara: Kaki dan tangan digerakkan secara berlawanan. Bisa ke depan, samping, atau belakang. agar lebih ceria Anda bisa menyelaraskan gerakan dengan irama musik.
Manfaat: Merangsang bagian otak yang menerima informasi (receptive) dan bagian yang menggunakan informasi (expressive) sehingga memudahkan proses mempelajari hal-hal baru dan meningkatkan daya ingat.
OLENGAN PINGGUL.
Cara: Duduk di lantai. Posisi tangan ke belakang, menumpu ke lantai dengan siku di tekuk. Angkat kaki sedikit lalu oleng-olengkan pinggul ke kiri dan ke kanan dengan rileks.
Manfaat: mengaktifkan otak untuk kemampuan belajar, melihat ke kiri dan ke kanan, kemampuan memperhatikan dan memahami.
PENGISI ENERGI.
Cara: Duduk nyaman di kursi, kedua lengan bawah dan dahi diletakkan di atas meja. Tangan ditempatkan di depan bahu dengan jari-jari menghadap sedikit ke dalam. Ketika menarik napas, rasakan nafas mengalir ke garis tengah seperti pancuran energi, mengangkat dahi, kemudian tengkuk, dan terakhir punggung atas. Diafragma dan dada tetap terbuka dan bahu tetap rileks.
Manfaat: Mengembalikan vitalitas otak setelah serangkaian aktifitas yang melelahkan, mengusir stres, meningkatkan konsentrasi dan perhatian serta meningkatkan kemampuan memahami dan berpikir rasional.
MENGUAP BERENERGI
Cara: Bukalah mulut seperti hendak menguap lalu pijatlah otot-otot di sekitar persendian rahang. Lalu menguaplah dengan bersuara untuk melemaskan otot-otot tersebut.
Manfaat: Mengaktifkan otak untuk peningkatan oksigen agar otak berfungsi secara efisien dan rileks, meningkatkan perhatian dan daya penglihatan, memperbaiki komunikasi lisan dan ekspresif serta meningkatkan kemampuan untuk memilah informasi.
LUNCURAN GRAVITASI
Cara: Duduk di kursi dan silangkan kaki.nTundukkan badan dengan lengan ke depan bawah. Buang napas ketika turun dan ambil napas ketika naik. Lakukan dengan posisi kaki berganti-ganti.
Manfaat: Mengaktifkan rasa keseimbangan dan koordinasi, meningkatkan kemampuan mengorganisasi dan meningkatkan energi.
TOMBOL IMBANG
Cara: Sentuhkan dua jari ke belakang telinga, pada lekukan di belakang telinga sementara tangan satunya lagi menyentuh pusar selama kurang lebih 30 menit.
TOMBOL BUMI
Cara: Ujung salah satu tangan menyentuh bawah bibir, ujung jari lainnya di pinggir atas tulang kemaluan. Di sentuh selama 30 detik atau 4-6 kali tarikan napas penuh.
Manfaat: Meningkatkan koordinasi dan konsentrasi (melihat secara vertikal dan horizontal sekaligus tanpa keliru, seperti saat membaca kolom.
Manfaat: Mengurangi kelelahan mental (stres), mengoptimalkan jenis pekerjaan seperti organisasi, perancangan seni, pembukuan
KAIT RELAKS
Cara: Tumpangkan kaki kiri di atas kaki kanan, dan tangan kiri di atas tangan kanan dengan posisi jempol ke bawah. Jemari kedua tangan saling menggenggam, kemudian tarik tangan ke arah pusar dan terus ke depan dada. Pejamkan mata dan saat menarik napas, lidah ditempelkan ke langit-langit mulut dan lepaskan saat mengembuskan napas. Berikutnya, buka silangan kaki, dan ujungujung jari tangan saling bersentuhan secara halus di dada atau di pangkuan, sambil mengambil napas dalam 1 menit lagi.
Manfaat: Meningkatkan koordinasi motorik halus dan pemikiran logis, dan pemusatan emosional. Mendengar aktif, berbicara lugas, menghadapi tes dan bekerja dengan papan ketik, pengendalian diri dan keseimbangan.
sumber
http://www.fajar.co.id
Catatan Bidan Hana
Find the best Solution to your problems
Selasa, 18 Oktober 2011
Rabu, 06 Juli 2011
ILA : Persalinan Tanpa Rasa Sakit, Trend Terbaru Bagi Ibu Melahirkan
Ibu hamil selalu menantikan saat-saat membahagiakan melahirkan seorang bayi, akan tetapi rasa senang itu dapat mendadak menjadi saat-saat yang mengerikan karena terbayang kesakitan yang sangat saat melahirkan. Hal ini memerlukan pengertian, bantuan dan dukungan bagi ibu hamil yang akan melahirkan tersebut. Dan berbagai cara dilakukan agar ibu melahirkan dalam keadaan yang tidak terlalu sakit dan nyaman. Salah satu yang dikembangkan saat ini adalah Suntikan Analgesia Epidural ( Intrathecal Labour Analgesia ) atau Persalinan Tanpa Rasa Sakit ( Painless Labor ).
II. Persalinan Tanpa Rasa Sakit
Tiga hal penting dan perlu diperhatikan untuk menghilangkan rasa sakit persalinan adalah : Keamanan, kemudahan dan jaminan terhadap homeostasis janin. Ibu bersalin yang diberikan analgesia harus dimonitor dengan baik. Menurut Read ( 1944 ) intensitas nyeri persalinan berhubungan dengan tingkat emosional. Beberapa faktor yang berhubungan dengan meningkatnya intensitas nyeri persalinan dan kelahiran adalah : Nuliparitas, Induksi Persalinan, Usia Ibu yang masih muda, Riwayat ‘Low Back Pain’ yang menyertai menstruasi dan peningkatan berat badan ibu ataupun janin. Dari semua ini, prediktor yang paling penting adalah nuliparitas dan induksi persalinan ( Pacuan ). Nyeri persalinan ini dapat diantisipasi dengan latihan / senam hamil.
Survei terakhir anestesi obstetri di Amerika Serikat menunjukkan peningkatan persentase penggunaan I L A pada ibu bersalin dari 22% pada tahun 1981 menjadi 51% pada tahun 1992 di rumah-rumah sakit dengan sedikitnya 1500 kelahiran pertahun.
NYERI PERSALINAN & I L A
Kontraksi ritmik uterus dan dilatasi servik yang progresif pada kala I menyebabkan sensasi nyeri selama kala I persalinan. Impuls saraf aferen dari servik dan uterus ditransmisikan ke medula spinalis melalui segmen Thorakal 10 – Lumbal 1. Hal ini biasanya akan menyebabkan nyeri pada daerah perut bagian bawah dan daerah pinggang serta sakrum. Berbeda dengan kala I, pada kala II transmisi melalui segmen Sakral 2 – 4, dan nyeri disebabkan oleh regangan pada vulva/vagina dan perineum yang juga bertumpang tindih dengan nyeri akibat kontraksi uterus.
Keuntungan I L A :
1. Efektif menghilangkan nyeri persalinan selama kala I dan II persalinan.
2. Memfasilitasi kooperasi ( Kerjasama ) pasien selama persalinan dan kelahiran.
3. Anestesi untuk tindakan episiotomi atau Persalinan Pervagina dengan Tindakan Operatif ( PPTO ).
4. Dapat untuk anestesi operasi sesar ( Time Related ).
5. Tidak menyebabkan depresi napas baik pada janin maupun ibu yang disebabkan oleh opioid.
Tindakan I L A ini seharusnya hanya dilakukan oleh seorang yang ahli dan ditempat yang memiliki fasilitas, alat dan obat-obatan untuk resusitasi. Termasuk didalamnya adalah oksigen, suction dan alat-alat / obat-obatan resusitasi kardioplulmonar. Dan tindakan I L A dilakukan setelah dilakukan pemeriksaan terhadap ibu dan janin serta kemajuan persalinannya. I L A tidak diberikan sebelum diagnosa persalinan sudah ditegakkan dan sebelum ibu bersalin meminta untuk meredakan nyeri persalinannya.
Ada beberapa kontraindikasi dari I L A yaitu :
1. Persangkaan Disproporsi Kepala Panggul ( Resiko Ruptura Uteri ).
2. Penolakan oleh pasien.
3. Perdarahan Aktif
4. ‘Maternal Septicemia’
5. Infeksi disekitar lokasi suntikan.
6. Kelainan Pembekuan darah.
Efek I L A pada persalinan diantaranya adalah dapat memperpanjang kala I dan II persalinan, dan meningkatkan penggunaan oksitosin untuk akselerasi persalinan serta penggunaan instrumentasi pada kelahiran dengan menggunakan tarikan vakum atau forsep. I L A tidak signifikan meningkatkan angka operasi sesar.
Yang perlu disadari disini bahwa penggunaan I L A untuk ‘Painless Labor’ adalah untuk mengatasi nyeri persalinan, sedangkan perjalanan proses persalinan itu sendiri adalah tetap. Jadi tidak berarti bahwa dengan I L A akan pasti dapat lahir pervaginam. Tindakan sesar adalah atas dasar indikasi Obstetri.
Yancey dkk ( 1999 ) melaporkan dari Tripler Army Hospital, Hawaii, setelah ada kebijakan tentang I L A, maka tindakan I L A meningkat dari 1% menjadi 60% dalam 2 tahun setelah kebijakan dikeluarkan. Dan angka operasi sesar tetap yaitu dari 13,4% menjadi 13,% setelah tindakan ini.
King & Fung ( 2000 ) melaporkan dari Puli Christian Hospital, Nantou, Taiwan, dari 822 ibu yang melahirkan, Angka operasi sesar antara kelompok epidural adalah 11,1% dibandingkan pada kontrol 16,2%. Sedangkan pada Nulipara proporsi operasi sesar adalah 11,6% pada kelompok epidural dibandingkan 25% pada kelompok kontrol.
Tindakan ILA ini dilakukan setelah pembukaan serviks 3-5 cm , kecuali bila dilakukan induksi dengan oksitosi tindakan dapat diakukan lebih awal. Akan tetapi secara umum tindakan ILA dilakukan setelah diagnosa persalinan telah ditegakkan dan pasien telah meminta untuk meredakan nyeri persalinannya .
Komplikasi dari tindakan ILA yang paling sering adalah hipotensi. Untuk itu diperlukan pemberian cairan elektrolit isotolus sebelum tindakan . Komplikasi yang lain adalah sakit kepala, retensio urin ,meningitis ,kejang ,akan tetapi ini adalah komplikasi yang jarang terjadi. Dua komplikasi yang umum terjadi adalah Hipotensi dan sakit kepala.
Crawford ( 1985) dari Birmingham Maternity Hospital, Inggris melaporkan mulai dari 1968 –1985 lebih dari 26.000 pasien mendapatkan ILA dan tidak ditemukan adanya kematian., jadi tindakan ini cukup aman.
PEMANTAUAN PERSALINAN
Persalinan harus dipantau baik dari status umum maupun kemajuan persalinannya. Yang perlu dievaluasi adalah : Denyut Jantung Janin, His ( Kontraksi Uterus ), Penurunan bagian terendah janin, Lingkaran retraksi Bandl. Kemajuan persalinan dievaluasi sesuai dengan pembukaan servik dengan penurunan bagian terendah janin ( kepala ) sesuai partograf atau kurva Friedman.
Penting juga untuk diketahui bahwa karena nyeri persalinan telah hilang, maka reflek ingin mengejan pada kala II pun akan berkurang sensasinya, sehingga diperlukan edukasi pada ibu dan diberitahu kapan harus mengejan. Pimpinan persalinan harus baik melibatkan ibu dan penolong.
1. I L A adalah tindakan untuk meredakan nyeri persalinan, dan proses persalinan berjalan seperti biasa.
2. Tindakan hanya dilakukan bila diagnosis persalinan telah ditegakkan dan pasien telah meminta untuk dilakukan prosedur meredakan nyeri persalinan.
3. Pemantauan status umum dan kemajuan persalinan harus dilakukan dengan baik selama tindakan I L A dilakukan.
4. Komunikasi, informasi dan Edukasi untik pasien sangat penting terutama dalam kerjasama pimpinan persalinan.
5. Walaupun memiliki beberapa resiko tampaknya Intrathecal Labour Analgesia untuk Persalinan tanpa Rasa Sakit memiliki banyak keuntungan dan membawa kenyamanan tersendiri bagi ibu melahirkan dengan keamanan yang cukup.
DAFTAR PUSTAKA
1. Cunningham FG et al, Analgesia and Anesthesia in : Williams Obstetrics, 21st edition, Mc.GrawHill, 1997, p. 361 – 383.
2. Baskett PJF et al, Epidural Anesthesia and Analgesia in : Practical Procedures in Anesthesia and Critical Care, Mosby, 1995, p. 240-251.
3. Vincent RD, Chestnut DH, Epidural Analgesia During Labor, The American Academy of Family Physicians, November, 15,1998.
4. Leslie NG , Intrathecal narcotics for labour analgesia:the poor man’s epidural CJRM 2000;5(4):226-9.
5. King B, Fung P, Continous Epidural Analgesia for Painless Labor Does Not Increase the Incidence of Cesarian Delivery, Acta Anaesthesiol Sin, 38:79-84, 2000.
6. Persalinan Normal; dalam Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 2000, Hal. 100-121.
Gentle Birth : Pilihan Persalinan Masa Kini
Metode persalinan gentle birth memang sedang banyak diminati oleh calon ibu di dunia, terutama di kalangan public figure. Sebut saja Demi Moore, Gwyneth Paltrow, Katie Holmes, Oppie Andaresta, dan sebagainya, pernah mencoba teknik ini dan merasakan manfaatnya
1. Gentle birth merupakan metode persalinan yang menggabungan persiapan pikiran dan mental dengan latihan self hypnosis atau hipnosis diri, sejak awal kehamilan hingga proses persalinan berlangsung. Metode persalinan bisa dilakukan secara konvensional maupun alternatif. Syaratnya, kehamilan harus bebas risiko sama sekali dan bukan kehamilan kembar (dr. Ali Sungkar, SpOG spesialis kandungan dan kebidanan FKUI-RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta)
2. Gentle birth merupakan proses persalinan alami yang berlangsung dengan lembut untuk menyambut jiwa yang lahir ke dunia. Penolong dan pendamping harus membantu dengan tenang dan suara yang lembut, sehingga pada saat bayi lahir, suasana di sekelilingnya tenang, hening dan penuh kedamaian. Hal ini bertujuan agar ibu tetap dapat mempertahankan kondisi relaksasi yang dalam (meditatif) selama persalinan berlangsung (Lanny Kuswandi, pakar hypnobirthing dari Pro V Klinik, Jakarta).
Beberapa persyaratan yang harus Anda penuhi terkait kondisi kesehatan dan kehamilan, Jika Anda ingin mencoba berbagai pilihan gentle birth, Antara lain:
a. Tidak berada pada rentang usia untuk hamil yang berisiko tinggi, yaitu di atas 35 tahun.
b. Merupakan kehamilan tunggal, bukan kembar.
c. Selama masa kehamilan tidak ada masalah kesehatan berarti pada ibu dan janin.
d. Posisi janin normal dan tidak memiliki risiko mengalami gangguan kesehatan.
e. Tidak ada gejala cairan ketuban pecah dini.
f. Tidak ada riwayat komplikasi kehamilan maupun persalinan sebelumnya
Berbagai Pilihan Gentle Birth
Home birth/melahirkan di rumah.
Tentunya bisa melahirkan di lingkungan dan suasana yang familiar dan nyaman akan sangat menyenangkan. Dalam proses melahirkan, Anda bisa didampingi tenaga medis atau tanpa didampingi tenaga medis –hanya ditemani pasangan, sahabat atau anggota keluarga yang memberi dukungan moral untuk menciptakan rasa aman, nyaman dan bahagia. Namun, di Indonesia cara ini kurang dianjurkan mengingat standar persyaratan higienis dan penunjang lainnya belum terjamin benar. Batalkan rencana ini bila terjadi komplikasi pada kehamilan atau pada saat persalinan. Anda perlu segera ditransfer ke rumah sakit bersalin karena dibutuhkan penanganan yang lebih rumit dan dengan sarana medis yang lengkap.
Silence Birth.
Tak ada aba-aba “Dorong! Dorong lagi!” untuk menyemangati ibu mengejan pada persalinan dengan cara ini. Metode yang dikembangkan oleh Ron L. Hubbard dari aliran Scientology ini menghindari suara, baik oleh ibu yang melahirkan maupun tenaga medis dan pendamping, sehingga tercipta suasana tenang, hening, damai, serta penuh cinta dan kebahagiaan. Suasana seperti itu menunjang ibu mampu menggunakan alam bawah sadarnya untuk menjalani persalinan serta mengalihkan persepsi rasa sakit dalam pikirannya. Batalkan rencana ini bila terjadi komplikasi pada kehamilan atau pada saat persalinan.
Hypno Birthing.
Sebelum proses persalinan –bahkan selama kehamilan– ibu melakukan self hypnosis untuk mencapai kondisi relaksasi yang dalam (meditatif) dan membebaskan diri dari rasa takut melalui latihan pernapasan. Dalam kondisi ini, tubuh akan memproduksi senyawa pereda rasa sakit alami yaitu hormon endorfin. Rasa sakit selama proses persalinan akan teralihkan dan minimal, atau hingga tak terasa. Dalam prosesnya ibu juga disemangati untuk melakukan visualisasi positif bahwa melahirkan itu lembut, bebas dari rasa takut, dan mudah. Batalkan rencana ini bila terjadi komplikasi medis pada ibu dan janin, bayi dalam kondisi tak normal atau bila bibir rahim tak cukup lebar.
Water Birth.
Rasa sakit pada saat persalinan dikurangi dengan menggunakan sarana berupa air hangat. Ibu dibiarkan bebas mengatur sendiri posisi yang paling nyaman. Sebaiknya, ibu masuk ke dalam air setelah mencapai pembukaan 6, karena masuk ke dalam kolam atau bak mandi terlalu awal malah akan memperlama proses melahirkan karena air hangat membuat tubuh menjadi relaks.
Sebelum masuk air, ibu harus minum banyak air putih karena berendam dalam air hangat dapat menyebabkan dehidrasi dan menurunkan level energi. Dehidrasi menghambat otot-otot tubuh bergerak efisien dan menyebabkan lelah. Batalkan rencana ini bila mekonium (pup pertama bayi) keluar ketika air ketuban pecah atau bayi Anda mengalami komplikasi, bila terjadi perdarahan pada ibu, terjadi keterlambatan pada pembukaan satu-dua atau bila kepala bayi tidak berada di bawah di jalan lahir.
Sumber: www.ayahbunda.co.id
Cara Mendeteksi Dini Anak dengan AUTIS
Pada awalnya gangguan ASD (Autistic Spectrum Disorder) dipandang sebagai gangguan yang disebabkan oleh faktor psikologis, yaitu pola pengasuhan orangtua yang tidak hangat secara emosional. Barulah sekitar tahun 1960 dimulai penelitian neurologis yang membuktikan bahwa gangguan ASD (Autistic Spectrum Disorder) disebabkan oleh adanya abnormalitas pada otak. Pada awal tahun 1970, penelitian tentang ciri-ciri anak autistik berhasil menentukan kriteria diagnosis yang selanjutnya digunakan dalam DSM-III. Gangguan autistik didefinisikan sebagai gangguan perkembangan dengan tiga ciri utama, yaitu gangguan pada interaksi sosial, gangguan pada komunikasi, dan keterbatasan minat serta kemampuan imajinasi. Walaupun sudah banyak penelitian mengenai ASD (Autistic Spectrum Disorder) dalam berbagai bidang, sejumlah ahli yang melakukan penelitian mendalam terhadap autisme berkesimpulan bahwa autisme bukanlah fenomena yang sederhana.
Frith (2003) menyimpulkan bahwa usahanya untuk menjelaskan autisme secara sederhana justru mengarahkannya pada fakta-fakta yang lebih kompleks: “The enigma of autism will continue to resist explanation.” Buten (2004) menemukan begitu beragamnya karakteristik anak autistik sehingga hanya satu kesamaan yang dilihatnya yaitu “air of aloness”. Sementara Zelan (2004) berpendapat bahwa individu autistik berbeda dengan individu lain sehingga perlu didekati dengan pendekatan humanistik yang memandang mereka sebagai individu yang utuh dan unik.
Gangguan ini pertama kali diperkenalkan oleh Leo Kanner dan Hans Asperger pada tahun 1943 dan sampai saat ini gangguan ASD (Autistik Spectrum Disorder) awalnya Hans Asperger menyebutkan gangguan ini sebagai psikopat austistik masa kanak-kanak. Peningkatan jumlah anak dengan gangguan ASD (Autistic Spectrum Disorder) sangat dramatis. Di Amerika, saat ini rasio penyandang autis adalah 1:150. Sementara itu, 14 tahun sebelumnya, 1:10.000. Jumlah anak autis di seluruh dunia pada tahun 2007 sebanyak 35 juta dan pada tahun 2008 mencapai 60 juta. Oleh karena itu, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah mengeluarkan resolusi Nomor 62/139 pada 18 Desember 2007 yang menetapkan 2 April sebagai Hari Peduli Autisme Sedunia demi mengatasi masalah penyandang autis yang sudah sangat mengkhawatirkan.
Quill dalam Titin (2005:5) yang menyatakan bahwa kecenderungan dan kelemahan berkomunikasi anak penyandang ASD (Autistic Spectrum Disorder) adalah menghindari kontak mata dan sulit memusatkan perhatiannya, hanya merespon pada orang lain (sulit untuk memulai komunikasi), komunikasi yang dilakukan cenderung untuk meminta (request) dan sulit untuk memberikan komentar atau tidak spontan, membeo (ocholalia) dan sulit untuk membuat pesan baru, dalam percakapan kecenderungan melakukan topik percakapan yang itu-itu saja (preserveretive topic) topik yang dibicarakan kurang fleksibel dan percakapan tertuju pada diri sendiri (self directed) dan sulit melakukan percakapan bersama.
Autisme merupakan masalah yang multidisipliner. Secara internal pada individu autis, diperlukan penanganan dari ilmu kedokteran (bagian jiwa, anak dan gizi) dan juga psikologi. Secara eksternal, autism menyangkut masalah sosiologi, komunikasi dan pendidikan. Dulu autism dianggap sebagai kondisi yang tanpa harapan dan tidak dapat membaik, ternyata saat ini diketahui, bila dilakukan intervensi secara dini, intensif. Optimal dan komperhensif maka penyandang autisme dapat “sembuh”. Penanganan pada usia dini dilakukan melalui terapi sebelum anak berumur 5 tahun, karena puncak perkembangan paling pesat dari otak manusia terjadi pada usia 2-3 tahun, oleh karena itu pelaksanaan terapi setelah usia 5 tahun hasilnya akan berjalan lambat. Penanganan dini yang digunakan pada anak penyandang ASD (Autistic Spectrum Disorder) berbeda beda, disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan indivual anak. Berbagai terapi diupayakan untuk “menarik” anak autis dari dunia dan alam pikirannya yang sepi.
Berbagai jenis terapi telah dikembangkan untuk menangani anak penyandang ASD (Autistic Spectrum Disorder) yaitu terapi perilaku, terapi metode ABA (Applied Behavior Analysis), terapi Okupasi dan terapi fisik, terapi wicara, terapi Medikamentosa, terapi bermain dan terapi musik, dan terapi diet. Terapi membantu anak penyandang autis untuk mengembangkan keterampilan bantu diri atau self-help, ketrampilan berperilaku yang pantas di depan umum. Salah satu tempat yang dapat memberikan terapis pada anak penyandang autis adalah sekolah atau tempat-tempat pelatihan yang dikhususkan bagi anak-anak dengan kebutuhan khusus. Sekolah merupakan salah satu wadah bagi anak untuk melakukan sosialisasi sekunder.
Klasifikasi autisme ditentukan berdasaran kesepakatan para dokter yang dituangkan dalam International Classification of Deaseas 9 and 10 (ICD-9 dan ICD-10) oleh WHO tahun 1993, atau Diagnostic and Statistical Manual IV (DSM IV) yang dikeluarkan oleh American Psychiatric Association pada tahun 1994, yaitu :
1. Autisme Masa kanak-kanak (Chidlhood Autism)
Autisme Masa Kanak adalah gangguan perkembangan pada anak yang gejalanya sudah tampak sebelum anak tersebut mencapai umur 3 tahun. Anak-anak ini sering juga menunjukkan emosi yang tak wajar, temper tantrum (ngamuk tak terkendali), tertawa dan menangis tanpa sebab, ada juga rasa takut yang tak wajar. Kecuali gangguan emosi sering pula anak-anak ini menunjukkan gangguan sensoris, seperti adanya kebutuhan untuk mencium-cium/menggigit-gigit benda, tidak suka kalau dipeluk atau dielus. Autisme masa kanak lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada anak perempuan dengan perbandingan 3 : 1.
Perkembangan yang terganggu adalah dalam bidang :
a. Komunikasi, yaitu kualitas komunikasi yang tidak normal, antara lain seperti :
1. Perkembangan bicaranya terlambat, atau sama sekali tidak berkembang.
2. Tidak adanya usaha untuk berkomunikasi dengan gerak atau mimik muka untuk mengatasi kekurangan dalam kemampuan bicara.
3. Tidak mampu untuk memulai suatu pembicaraan atau memelihara suatu pembicaraan dua arah yang baik.
4. Bahasa yang tidak lazim yang diulang-ulang atau stereotipik.
5. Tidak mampu untuk bermain secara imajinatif, biasanya permainannya kurang variatif.
b. Interaksi sosial, yaitu adanya gangguan dalam kualitas interaksi sosial antara lain seperti:
1. Kegagalan untuk bertatap mata, menunjukkan ekspresi fasial, maupun postur dan gerak tubuh, untuk berinteraksi secara layak.
2. Kegagalan untuk membina hubungan sosial dengan teman sebaya, dimana mereka bisa berbagi emosi, aktivitas, dan interes bersama.
3. Ketidak mampuan untuk berempati, untuk membaca emosi orang lain.
4. Ketidak mampuan untuk secara spontan mencari teman untuk berbagi kesenangan dan melakukan sesuatu bersama-sama.
c. Perilaku, yaitu aktivitas, perilaku dan interesnya sangat terbatas, diulang-ulang dan stereotipik antara lain seperti:
1. Adanya suatu preokupasi yang sangat terbatas pada suatu pola perilaku yang tidak normal, misalnya duduk dipojok sambil menghamburkan pasir seperti air hujan, yang bisa dilakukannya berjam-jam.
2. Adanya suatu kelekatan pada suatu rutin atau ritual yang tidak berguna, misalnya kalau mau tidur harus cuci kaki dulu, sikat gigi, pakai piyama, menggosokkan kaki dikeset, baru naik ketempat tidur. Bila ada satu diatas yang terlewat atau terbalik urutannya, maka ia akan sangat terganggu dan nangis teriak-teriak minta diulang.
3. Adanya gerakan-gerakan motorik aneh yang diulang-ulang, seperti misalnya mengepak-ngepak lengan, menggerak-gerakan jari dengan cara tertentu dan mengetok-ngetokkan sesuatu.
4. Adanya preokupasi dengan bagian benda/mainan tertentu yang tak berguna, seperti roda sepeda yang diputar-putar, benda dengan bentuk dan rabaan tertentu yang terus diraba-rabanya, suara-suara tertentu.
2. Pervasive Developmental Disorder - Not Otherwise Specified (PDD-NOS).
PDD- NOS juga mempunyai gejala gangguan perkembangan dalam bidang komunikasi, interaksi maupun perilaku, namun gejalanya tidak sebanyak seperti pada Autisme Masa kanak. Kualitas dari gangguan tersebut lebih ringan, sehingga kadang-kadang anak-anak ini masih bisa bertatap mata, ekspresi fasial tidak terlalu datar, dan masih bisa diajak bergurau.
3. Sindrom Rett (Rett’s Syndrome)
Sindroma Rett adalah gangguan perkembangan yang hanya dialami oleh anak wanita. Kehamilannya normal, kelahiran normal, perkembangan normal sampai sekitar umur 6 bulan. Lingkaran kepala normal pada saat lahir. Mulai sekitar umur 6 bulan mereka mulai mengalami kemunduran perkembangan. Pertumbuhan kepala mulai berkurang antara umur 5 bulan sampai 4 tahun. Gerakan tangan menjadi tak terkendali, gerakan yang terarah hilang, disertai dengan gangguan komunikasi dan penarikan diri secara sosial. Gerakan-gerakan otot tampak makin tidak terkoordinasi.Seringkali memasukan tangan ke mulut, menepukkan tangan dan membuat gerakan dengan dua tangannya seperti orang sedang mencuci baju. Hal ini terjadi antara umur 6-30 bulan. Terjadi gangguan berbahasa, perseptif maupun ekspresif disertai kemunduran psikomotor yang hebat. Yang sangat khas adalah timbulnya gerakan-gerakan tangan yang terus menerus seperti orang yang sedang mencuci baju yang hanya berhenti bila anak tidur. Gejala-gejala lain yang sering menyertai adalah gangguan bernafasan, otot-otot yang makin kaku , timbul kejang, scoliosis tulang punggung, pertumbuhan terhambat dan kaki makin mengecil (hypotrophik). Pemeriksaan EEG biasanya menunjukkan kelainan.
4. Gangguan Disintegratif masa kanak-kanak (childhood Disintegrative Disorder)
Pada Gangguan Disintegrasi Masa Kanak, hal yang mencolok adalah bahwa anak tersebut telah berkembang dengan sangat baik selama beberapa tahun, sebelum terjadi kemunduran yang hebat. Gejalanya biasanya timbul setelah umur 3 tahun. Anak tersebut biasanya sudah bisa bicara dengan sangat lancar, sehingga kemunduran tersebut menjadi sangat dramatis. Bukan saja bicaranya yang mendadak terhenti, tapi juga ia mulai menarik diri dan ketrampilannyapun ikut mundur. Perilakunya menjadi sangat cuek dan juga timbul perilaku berulang-ulang dan stereotipik. Bila melihat anak tersebut begitu saja , memang gejalanya menjadi sangat mirip dengan autisme.
5. Asperger Syndrome (AS)
Seperti pada Autisme Masa Kanak, Sindrom Asperger (SA) juga lebih banyak terdapat pada anak laki-laki daripada wanita. Anak SA juga mempunyai gangguan dalam bidang komunikasi, interaksi sosial maupun perilaku, namun tidak separah seperti pada Autisme. Pada kebanyakan dari anak-anak ini perkembangan bicara tidak terganggu. Bicaranya tepat waktu dan cukup lancar, meskipun ada juga yang bicaranya agak terlambat. Namun meskipun mereka pandai bicara, mereka kurang bisa komunikasi secara timbal balik.
Komunikasi biasanya jalannya searah, dimana anak banyak bicara mengenai apa yang saat itu menjadi obsesinya, tanpa bisa merasakan apakah lawan bicaranya merasa tertarik atau tidak. Seringkali mereka mempunyai cara bicara dengan tata bahasa yang baku dan dalam berkomunikasi kurang menggunakan bahasa tubuh. Ekspresi muka pun kurang hidup bila dibanding anak-anak lain seumurnya. Mereka biasanya terobsesi dengan kuat pada suatu benda/subjek tertentu, seperti mobil, pesawat terbang, atau hal-hal ilmiah lain. Mereka mengetahui dengan sangat detil mengenai hal yang menjadi obsesinya. Obsesi inipun biasanya berganti-ganti.Kebanyakan anak SA cerdas, mempunyai daya ingat yang kuat dan tidak mempunyai kesulitan dalam pelajaran disekolah. Mereka mempunyai sifat yang kaku, misalnya bila mereka telah mempelajari sesuatu aturan, maka mereka akan menerapkannya secara kaku, dan akan merasa sangat marah bila orang lain melanggar peraturan tersebut. Misalnya: harus berhenti bila lampu lalu lintas kuning, membuang sampah dijalan secara sembarangan.
Dalam interaksi sosial juga mereka mengalami kesulitan untuk berinteraksi dengan teman sebaya. Mereka lebih tertarik pada buku atau komputer daripada teman. Mereka sulit berempati dan tidak bisa melihat/menginterpretasikan ekspresi wajah orang lain. Perilakunya kadang-kadang tidak mengikuti norma sosial, memotong pembicaraan orang seenaknya, mengatakan sesuatu tentang seseorang didepan orang tersebut tanpa merasa bersalah.
Penyebab
Hingga saat ini penyebab ASD (Autis Spectrum Disorder) secara pasti belum diketahui, namun beberapa pakar sepakat bahwa terdapat kelainan pada otak. Terdapat tiga lokasi yang mengalami kelainan neuro-anatomis yaitu pada lobus patietalis, cerebellum (otak kecil) dan sistem limbik. Gangguan pada lobus patietalis menyebabkan anak bersikap cuek pada lingkungan. Kelainan pada cerebellum (otak kecil) ditemukan pada lobus VI dan VII, otak kecil bertanggung jawab atas proses sensorik, daya ingat, berfikir, belajar berbahasa, dan proses atensi (perhatian).
Pada otak kecil penyandang autis ditemukan sejumlah kecil sel purkinye yang menyebabkan gangguan keseimbangan serotonin dan dopamine yang menyebabkan gangguan atau kekacauan pada lalu lalang implus di otak. Sedangkan kelainan didaerah limbik dikenal dengan istilah hippocampus (bertanggung jawab terhadap fungi belajar dan daya ingat) dan amygdale (bertanggung jawab terhadap beberapa rangsangan sensoris seperti pendengaran, pengeliatan, penciuman, perabaan, rasa dan perasaan takut). Gangguan pada daerah limbik ini menyebabkan terjadinya gangguan fungsi kontrol terhadap agresi dan emosi. Anak akan kurang dapat mengendalikan emosinya dan sering kali terlalu agresif atau terlalu pasif, anak juga akan melakukan perilaku yang diulang-ulang dan hiperaktif.
Namun tidak hanya itu saja yang menjadi penyebab ASD (Autis Spectrum Disorder) beberapa faktor pemicu lain yang berperan penting dalam dalam timbulnya penyakit ini. Infeksi yang diakibatkan oleh virus antara lain toksoplasmosis, rubella, candida, infeksi logam berat seperti Pb, Al, Hg, Cd, infeksi zat adiktif seperti MSG, pengawet, pewarna pada trimester pertama kehamilan yakni pada saat kandungan berusia 0-4 bulan juga menyebabkan seorang anak terjangkit penyakit ini. Selain itu, proses kelahiran lama (partus lama) dimana terjadi gangguan nutrisi dan oksigen pada janin, tumbuhnya jamur yang berlebihan pada usus sebagai akibat pemakaian antibiotik yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya kebocoran usus (leaky gut syndrome) menyebabkan ketidaksempurnaan pencernaan kasein dan gluten yang terpecah menjadi polipeptida, apabila terserap dalam aliran darah maka akan menimbulkan efek morfin pada otak anak yang juga menjadi penyebab penyakit ini. Masih ada kelainan yang disebut Sensory Interpretation Erros dimana rangsangan sensoris yang berasal dari reseptor visual, autori, dan taktil mengalamai prose yang kacau pada otak anak, sehingga menimbulkan persepsi yang kacau atau berlebihan yang menyebabkan kebingungan dan ketakutan pada anak akibatnya anak akan menarik diri dari lingkungan, akibatnya Anak-anak penyandang ASD (Autis Spectrum Disorder) akan kesulitan dalam berkomunikasi.
Manifestasi klinis autis
Autis adalah gangguan perkembangan pervasif pada anak yang ditandai dengan adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang komunikasi, gangguan dalam bermain, bahasa, perilaku, gangguan perasaan dan emosi, interaksi sosial, perasaan sosial dan gangguan dalam perasaan sensoris.
Gangguan dalam komunikasi verbal maupun nonverbal meliputi kemampuan berbahasa mengalami keterlambatan atau sama sekali tidak dapat berbicara. Menggunakan kata kata tanpa menghubungkannya dengan arti yang lazim digunakan. Berkomunikasi dengan menggunakan bahasa tubuh dan hanya dapat berkomunikasi dalam waktu singkat. Kata-kata yang tidak dapat dimengerti orang lain (“bahasa planet”). Tidak mengerti atau tidak menggunakan kata-kata dalam konteks yang sesuai. Ekolalia (meniru atau membeo), menirukan kata, kalimat atau lagu tanpa tahu artinya. Bicaranya monoton seperti robot. Bicara tidak digunakan untuk komunikasi dan mimik datar.
Gangguan dalam bidang interaksi sosial meliputi gangguan menolak atau menghindar untuk bertatap muka. Tidak menoleh bila dipanggil, sehingga sering diduga tuli. Merasa tidak senang atau menolak dipeluk. Bila menginginkan sesuatu, menarik tangan tangan orang yang terdekat dan berharap orang tersebut melakukan sesuatu untuknya. Tidak berbagi kesenangan dengan orang lain. Saat bermain bila didekati malah menjauh. Bila menginginkan sesuatu ia menarik tangan orang lain dan mengharapkan tangan tersebut melakukan sesuatu untuknya.
Gangguan dalam bermain diantaranya adalah bermain sangat monoton dan aneh misalnya menderetkan sabun menjadi satu deretan yang panjang, memutar bola pada mainan mobil dan mengamati dengan seksama dalam jangka waktu lama. Ada kelekatan dengan benda tertentu seperti kertas, gambar, kartu atau guling, terus dipegang dibawa kemana saja dia pergi. Bila senang satu mainan tidak mau mainan lainnya. Tidak menyukai boneka, tetapi lebih menyukai benda yang kurang menarik seperti botol, gelang karet, baterai atau benda lainnya Tidak spontan, reflek dan tidak dapat berimajinasi dalam bermain. Tidak dapat meniru tindakan temannya dan tidak dapat memulai permainan yang bersifat pura pura. Sering memperhatikan jari-jarinya sendiri, kipas angin yang berputar atau angin yang bergerak. Perilaku yang ritualistik sering terjadi sulit mengubah rutinitas sehari hari, misalnya bila bermain harus melakukan urut-urutan tertentu, bila bepergian harus melalui rute yang sama.
Gangguan perilaku dilihat dari gejala sering dianggap sebagai anak yang senang kerapian harus menempatkan barang tertentu pada tempatnya. Anak dapat terlihat hiperaktif misalnya bila masuk dalam rumah yang baru pertama kali ia datang, ia akan membuka semua pintu, berjalan kesana kemari, berlari-lari tak tentu arah. Mengulang suatu gerakan tertentu (menggerakkan tangannya seperti burung terbang). Ia juga sering menyakiti diri sendiri seperti memukul kepala atau membenturkan kepala di dinding. Dapat menjadi sangat hiperaktif atau sangat pasif (pendiam), duduk diam bengong dengan tatap mata kosong. Marah tanpa alasan yang masuk akal. Amat sangat menaruh perhatian pada satu benda, ide, aktifitas ataupun orang. Tidak dapat menunjukkan akal sehatnya. Dapat sangat agresif ke orang lain atau dirinya sendiri. Gangguan kognitif tidur, gangguan makan dan gangguan perilaku lainnya.
Gangguan perasaan dan emosi dapat dilihat dari perilaku tertawa-tawa sendiri, menangis atau marah tanpa sebab nyata. Sering mengamuk tak terkendali (temper tantrum), terutama bila tidak mendapatkan sesuatu yang diinginkan. Sering mengamuk tak terkendali (temper tantrum)bila keinginannya tidak didapatkannya, bahkan bisa menjadi agresif dan merusak.. Tidak dapat berbagi perasaan (empati) dengan anak lain.
Gangguan dalam persepsi sensoris meliputi perasaan sensitif terhadap cahaya, pendengaran, sentuhan, penciuman dan rasa (lidah) dari mulai ringan sampai berat. Menggigit, menjilat atau mencium mainan atau benda apa saja. Bila mendengar suara keras, menutup telinga. Menangis setiap kali dicuci rambutnya. Merasakan tidak nyaman bila diberi pakaian tertentu. Tidak menyukai rabaan atau pelukan, Bila digendong sering merosot atau melepaskan diri dari pelukan. Tidak menyukai rabaan atau pelukan, Bila digendong sering merosot atau melepaskan diri dari pelukan.
Diagnosis autisme
Menegakkan diagnosis autis memang tidaklah mudah karena membutuhkan kecermatan, pengalaman dan mungkin perlu waktu yang tidak sebentar untuk pengamatan. Sejauh ini tidak ditemukan tes klinis yang dapat mendiagnosa langsung autisme. Diagnosis yang paling baik adalah dengan cara seksama mengamati perilaku anak dalam berkomunikasi, bertingkah laku dan tingkat perkembangannya. Banyak tanda dan gejala perilaku seperti autisme yang disebabkan oleh adanya gangguan selain autis. Pemeriksaan klinis dan penunjang lainnya mungkin diperlukan untuk memastikan kemungkinan adanya penyebab lain tersebut. Karena karakteristik dari penyandang autis ini banyak sekali ragamnya sehingga cara diagnosa yang paling ideal adalah dengan memeriksakan anak pada beberapa tim dokter ahli seperti ahli neurologis, ahli psikologi anak, ahli penyakit anak, ahli terapi bahasa, ahli pengajar dan ahli profesional lainnya dibidang autis.
Dokter ahli atau praktisi kesehatan profesional yang hanya mempunyai sedikit pengetahuan dan wawasan mengenai autisme akan mengalami kesulitan dalam men-diagnosa autisme. Kadang kadang dokter ahli atau praktisi kesehatan profesional keliru melakukan diagnosa dan tidak melibatkan orang tua sewaktu melakukan diagnosa. Kesulitan dalam pemahaman autis dapat menjurus pada kesalahan dalam memberikan pelayanan kepada penyandang autisme yang secara umum sangat memerlukan perhatian yang khusus dan rumit. Hasil pengamatan sesaat belumlah dapat disimpulkan sebagai hasil mutlak dari kemampuan dan perilaku seorang anak. Masukkan dari orang tua mengenai kronologi perkembangan anak adalah hal terpenting dalam menentukan keakuratan hasil diagnosa. Secara sekilas, penyandang autis dapat terlihat seperti anak dengan keterbelakangan mental, kelainan perilaku, gangguan pendengaran atau bahkan berperilaku aneh dan nyentrik. Yang lebih menyulitkan lagi adalah semua gejala tersebut diatas dapat timbul secara bersamaan. Karenanya sangatlah penting untuk membedakan antara autis dengan yang lainnya sehingga diagnosa yang akurat dan penanganan sedini mungkin dapat dilakukan untuk menentukan terapi yang tepat.
Deteksi Dini
Meskipun sulit namun tanda dan gejala autisme sebenarnya sudah bisa diamati sejak dini bahkan sejak sebelum usia 6 bulan.
1. Deteksi dini sejak dalam kandungan
Sampai sejauh ini dengan kemajuan tehnologi kesehatan di dunia masih juga belum mampu mendeteksi resiko autism sejak dalam kandungan. Terdapat beberapa pemeriksaan biomolekular pada janin bayi untuk mendeteksi autism sejak dini, namun pemeriksaan ini masih dalam batas kebutuhan untuk penelitian.
2. Deteksi dini dari lahir hingga usia 5 tahun
Autisma agak sulit di diagnosis pada usia bayi. Tetapi amatlah penting untuk mengetahui gejala dan tanda penyakit ini sejak dini karena penanganan yang lebih cepat akan memberikan hasil yang lebih baik. Beberapa pakar kesehatanpun meyakini bahwa merupahan hal yang utama bahwa semakin besar kemungkinan kemajuan dan perbaikan apabila kelainan pada anak ditemukan pada usia yang semakin muda.
Ada beberapa gejala yang harus diwaspadai terlihat sejak bayi atau anak menurut usia :
USIA 0 – 6 BULAN
1. Bayi tampak terlalu tenang ( jarang menangis)
2. Terlalu sensitif, cepat terganggu/terusik
3. Gerakan tangan dan kaki berlebihan terutama bila mandi
4. Tidak “babbling”
5. Tidak ditemukan senyum sosial diatas 10 minggu
6. Tidak ada kontak mata diatas umur 3 bulan
7. Perkembangan motor kasar/halus sering tampak normal
USIA 6 – 12 BULAN
1. Bayi tampak terlalu tenang ( jarang menangis)
2. Terlalu sensitif, cepat terganggu/terusik
3. Gerakan tangan dan kaki berlebihan
4. Sulit bila digendong
5. Tidak “babbling”
6. Menggigit tangan dan badan orang lain secara berlebihan
7. Tidak ditemukan senyum sosial
8. Tidak ada kontak mata
9. Perkembangan motor kasar/halus sering tampak normal
USIA 6 – 12 BULAN
1. Kaku bila digendong
2. Tidak mau bermain permainan sederhana (ciluk ba, da-da)
3. Tidak mengeluarkan kata
4. Tidak tertarik pada boneka
5. Memperhatikan tangannya sendiri
6. Terdapat keterlambatan dalam perkembangan motor kasar/halus
7. Mungkin tidak dapat menerima makanan cair
USIA 2 – 3 TAHUN
1. Tidak tertarik untuk bersosialisasi dengan anak lain
2. Melihat orang sebagai “benda”
3. Kontak mata terbatas
4. Tertarik pada benda tertentu
5. Kaku bila digendong
USIA 4 – 5 TAHUN
1. Sering didapatkan ekolalia (membeo)
2. Mengeluarkan suara yang aneh (nada tinggi atau datar)
3. Marah bila rutinitas yang seharusnya berubah
4. Menyakiti diri sendiri (membenturkan kepala)
5. Temperamen tantrum atau agresif
Komunikasi pada anak Autis
Komunikasi terjadi karena adanya pematangan sistem biologis dan sistem syaraf dalam tubuh anak. Tidak heran apabila pematangan sistem tersebut terhambat maka akan terhambat pula kemampuan komunikasi seseorang. Komunikasi terkait dengan kemampuan kognisi, sehingga makin bermasalah seseorang dalam pemahaman maka akan semakin terbatas kemampuan komunikasinya.
Menurut Ginanjar (2007:66) memahami tahapan komunikasi pada anak autis akan mempermudah untuk mengetahui pada tahapan mana anak tersebut berada dan merancang gaya komunikasi yang sesuai.
Tahapan dalan komunikasi pada anak autis dibagi menjadi empat, yaitu: 1. The Own Agenda Stage,
Pada tahap ini anak masih lebih suka bermain sendiri dan tampaknya tidak tertarik pada orang-orang disekitarnya. Anak belum tahu bahwa dengan komunikasi ia akan mempengaruhi orang lain. Untuk mengetahui keinginannya, orang tua harus memperhatikan gerak tubuh dan ekspresi wajah anak. Seringkali anak mengambil sendiri benda-benda yang diinginkannya. Interaksi dengan ibu atau pengasuh mungkin dapat berlangsung cukup lama, namun anak belum mau berinteraksi dengan anak-anak lain atau orang yang baru dikenalnya. Ia belum dapat bermain dengan benar dan akan menangis atau berteriak bila kegiatannya terganggu atau bila menolak.
2. The Requester Stage,
Anak yang berada pada tahap ini mulai menyadari bahwa tingkah lakunya dapat mempengaruhi orang disekitarnya. Bila menginginkan sesuatu, anak biasanya akan menarik tangan orang tua atu orang disekitarnya dan mengarahkan pada benda yang ada disekitarnya. Kegiatan atu permainan yang amat disukainya biasanya masih bersifat fisik seperti bergulat, dikelitiki, bermain cilukba. Sebagaian anak telah mampu mengulang kata-kata tetapi bukan untuk berkomuniasi melainkan untuk menenangkan dirinya. Pada tahapan ini anak mulai bisa mengikuti perintah sederhana tetapi responnya masih belum konsisten. Ia juga memahami tahapan rutin dalam kehidupan sehari-hari.
3. The Early Communication Stage,
Kemampuan anak dalam berkomunikasi telah lebih baik karena melibatkan gesture khusus, suara dan gambar. Interaksi yang terjadi juga berlangsung lama. Anak telah mentadari bahwa ia bisa menggunakan salah satu bentuk komunikasi tertentu secara konsisten pada situasi tertentu. Namun demikian, inisiatif untuk berkomunikasi masih terbatas pada pemenuhan kebutuhannya, seperti makanan, minuman, dan benda-benda yang disukainya. Pada tahap ini anak telah mulai mengulang hal-hal yang didengarnya, mulai memahami siyarat visua atau gambar komunikasi dan memahami kalimat-kalimat sederhana yang diucapkan orang tua. Bila terlihat perkembangan bahwa anak mulai memanggil nama, menunjuk sesuatu yang diinginkan berarti anak sudah siap untuk memulai komunikasi dua arah. Pada tahap ini anak sudah dapat diajarkan untuk menyapa orang lain, menjawab pertanyaaan “apa ini/itu” dan memberikan jawaban “ya” “tidak”.
4. The Partner Stage,
Tahap ini merupakan fase yang paling efektif. Bila kemampuan biacara anak baik, ia akan mampu melakukan percakapan sederhana. Anak juga dapat diminta untuk menceritakan pengalamannya yang telah lalu, keinginannya yang belum terpenuhi dan mengekspresikan perasaanya. Namun demikian kadang-kadang anak masih terpaku pada kalimat-kalimat yang telah dihafalkan dan sulit menemukan topik pembicaraan yang tepat pada situasi yang baru. Bagi anak-anak yang masih mengalami kesulitan untuk betbicara, komunikasi dapat dilakukan dengan menggunakan rangkaian gambar atau menyusun kartu-kartu bertulisan. Walaupun sudah sering berinteraksi dengan anak-anak lain dan orang tua kebiasaan anak untuk bermain dengan diri sendiri tetap ada, terutama bila ia tidak tahu apa yang harus dilakukan dengan teman-temannya. Ketika anak mampu mengucapkan kata-kata, sering muncul kebiasaan untuk mengulang-ulang kata atau kalimat tertentu, hal ini disebut Ekolalia. Kebiasaan ini tampaknya tidak memiliki fungsi positif dan bahkan terasa menggangu bagi yang mendengarnya.
Terapi ABA (Applied Behavior Analysis) Pengertian terapi ABA
Metode ABA (Applied Behavior Analysis) adalah metode tata-laksana perilaku yang telah berkembang sejak puluhan tahun yang lalu. Metode ini diciptakan oleh O. Ivar Lovaas, Ph.D dari University of California Los Angel (UCLA). Penggunaaan metode ABA (Applied Behavior Analysis) dapat dianggap sebagai program kesiapan belajar karena tingkah laku target yang diajar pawa awal program merupakan keterampilan awal, seperti pemahaman terhadap sebab-akibat, memperhatikan, mematuhi instruktur dan meniru.
Metode ABA (Applied Behavior Analysis) banyak digunakan karena mempunyai kurikulum yang jelas yaitu menggunakan patokan yang jelas tentang keberhasilan anak. Keterampilan yang diajarkan akan diberikan penilaian untuk mengetahui keberhasilan, dan bantuan yang akan diberikan.
Tujuan metode ABA (Applied Behavior Analysis) Tujuan dari pemberian metode ini pada anak autis adalah sebagai berikut:
1. Mempelajari cara anak autis bereaksi terhadap suatu rangsangan dan apa yang terjadi sebagai akibat dari reaksi spesifik tersebut. Selanjutnya, apakah metode ini juga mempengaruhi atau mengubah perilaku yang akan datang.
2. Membangun kemampuan yang secara sosial tidak dimiliki, dan mengurangi atu menghilangkan hal-hal yang merupakan masalah.
3. Mengajarkan anak belajar dari lingkungan normal, merespon lingkungan, dan mengajarkan perilaku yang sesuai agar anak dapat membedakan berbagai hal tertentu dari berbagai macam rangsangan.
Metode Pengajaran ABA (Applied Behavior Analysis)
Materi pengajaran pada anak autistik harus sesuai dengan perkembangan. Misalnya, keterampilan yang lebih mudah diajarkan lebih dulu. Sedangkan, keterampilan rumit jangan dulu diajarkan sebelum anak menguasai syaratnya.
Beberapa ahli terapi anak autis, mengelompokkan keterampilan dan kemampuan anak autistik untuk menyusun kurikulum khusus, diantaranya:
1. Kemampuan untuk memperhatikan. Ini adalah sikap belajar yang diperlukan untuk bersekolah dan bekerja. Apabila seorang anak tidak mampu memperhatikan dalam rentang waktu beberapa menit, ia akan mengalami kesulitan mencerna pelajaran atau mendengarkan instruksi.
2. Meniru atau imitasi. Pada saat anak diminta meniru, tidak muncul perkataan apapun dari seorang terapis kecuali hanya kata “tiru”, “lakukan” atau “coba”. Pada posisi ini, anak autistik dituntut melakukannya seperti yang dicontohkan. Materi imitasi dibagi ke dalam beberapa tahap, yaitu: imitasi motorik kasar, imitasi motorik halus, imitasi aksi dengan benda, imitasi suara (sehingga anak belajar berbicara karena diarahkan meniru kata-kata orang lain), imitasi pola balok (untuk mempersiapkan anak belajar menulis), sampai imitasi perilaku bermain.
3. Memasangkan. Anak autistik dituntut mengenali sesuatu yang dikelompokkan atas ciri-ciri tertentu. Kemampuan ini meliputi kemampuan men-sortir dan mengerjakan worksheet. Misalnya, piring pasangannya gelas, pena merupakan alat tulis, stasiun, hotel, kolam renang adalah tempat. Instruksi yang diberikan, “pasangkan”, “cari yang sama”, “mana yang sama” atau kata-kata lain yang bermakna sama, sehingga anak mencari pasangan yang diperlihatkan.
4. Identifikasi. Anak autistik diminta menetapkan pilihan dengan memegang, mengambil, atau menunjuk satu dari beberapa hal. Teknik ini memungkinkan kita memeriksa apakah anak paham berbagai konsep (reseptive languange) tanpa bergantung pada kemampuan bicara mereka. Identifikasi tidak terlalu berbeda dengan labeling, tapi identifikasi anak autistik tidak dituntut secara ekspresif. Pada proses identifikasi, perintah yang diberikan, “pegang”, “tunjuk”, “ambil”, “kasihkan” dan anak diminta memilih satu dari beberapa stimulus.
5. Labeling atau ekspresi (bahasa pengungkapan). Kemampuan ini memang cukup sulit karena mengandalkan kemampuan pengungkapan bahasa (expressive languange).
Istilah yang dipakai dalam metode ABA (Applied Behavior Analysis)
Terdapat beberapa istilah dalam pemberian terapi ini yaitu :
1. Instruksi
Yang merupakan kata- kata perintah yang diberikan pada anak pada saat proses terapi. Instruksi pada anak harus S-J-T-T-S : SINGKAT- JELAS- TEGAS- TUNTAS- SAMA. Suatu instruksi harus cukup jelas (volume disesuaikan dengan respon anak) namun jangan membentak atau menjerit. Singkat yaitu cukup 2 suku kata, jangan terlalu panjang karena tidak dapat ditangkap atau dimengerti oleh anak, terutama anak autis. Tegas berarti instruksi tidak boleh “ditawar” oleh anak dan harus dilaksanakan (kalau perlu diprompt). Terapis harus bersikap seperti bos yang tidak semena-mena, terapis harus menyayangi anak tersebut akan tetapi tidak boleh terlalu memanjakan. Tuntas berarti setiap instruksi harus dilaksanakan sampai selesai. Sama yaitu setiap instruksi dari tiga terapis harus memakai kata yang sama, jangan berbeda sedikitpun.
2. Prompt
Yaitu bantuan atau arahan yang diberikan kepada anak apabila anak tidak memberikan respon terhadap instruksi. Prompt dapat diberikan secara penuh yaitu hand-on hand, tangan terapis memegang tangan anak dan melakukan perilaku yang diinstruksikan. Prompt secara bertahap dikurangi sampai anak mampu secara mandiri melakukan sendiri. Prompt dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya dengan menunjuk, dengan gerak tubuh, dengan pandangan mata ataupun dengan cara verbal.
3. Reinforcement atau imbalan
Reinforcement atau imbalan adalah “hadiah” atau “penguat” suatu perilaku agar anak mau melakukan terus dan menjadi mengerti pada konsepnya. Imbalan harus terkesan seperti UPAH dan bukan sebagai SUAP atau SOGOKAN. Sifat upah adalah selalu konsisten setelah tugas atau instruksi dan juga tidak diiming- imingi.
4. Achieved atau disingkat A
Achieved adalah bila anak merespon suatu instruksi terapis dengan benar dan mandiri (tanpa prompt)
5. Mastered
Diberikan apabila anak berhasil merespon dengan benar 3 instruksi pertama secara berturut- turut dari 3 terapis (dalam waktu berlainan).
6. Generalisasi
Yaitu memperluas kemampuan anak untuk merespon instruksi dari subyek yang berlainan, kata- kata instruksi yang berbeda- beda, dengan obyek yang berbeda-beda, dan pada lingkungan atau suasana yang berbeda- beda.
7. R + ITEMS
Adalah semua benda (makanan, minuman, mainan, barang kesukaan anak), situasi atau aktivitas yang disukai anak dan dapat dijadikan imbalan.
8. ITEMS
Adalah semua benda, situasi dan aktivitas yang tidak disukai anak
9. Mild Disruptive Behavior (MDB)
Adalah perilaku “aneh” yang ringan tapi cukup mengganggu proses terapi dan pergaulan sosial, sehingga perlu dihilangkan agar tidak merugikan anak (waktu dewasa kelak).
10. Tantrum atau mengamuk
Adalah perilaku anak yang hebat dan merusak. Bila menyerang orang atau barang disebut agresif dan bila menyakiti diri sendiri disebut self-abuse. Tantrum ini juga sangat perlu dieliminir atau dihilangkan agar tidak merugikan anak dalam pergaulan sosialnya kelak.
11. Echolalia atau membeo
Yaitu kemampuan anak untuk menirukan kata atau kalimat bahkan nyanyian, tapi tanpa mengerti artinya, sehingga mampu menggunakannya untuk berkomunikasi dengan orang lain.
Peranan orang tua, dokter dan tenaga kesehatan lain dalam deteksi dini
Dalam perkembangannya menjadi manusia dewasa, seorang anak berkembang melalui tahapan tertentu. Diantara jenis perkembangan, yang paling penting untuk menentukan kemampuan intelegensi di kemudian hari adalah perkembangan motorik halus dan pemecahan masalah visuo-motor, serta perkembangan berbahasa. Kemudian keduanya berkembang menjadi perkembangan sosial yang merupakan adaptasi terhadap lingkungan. Walaupun kecepatan perkembangan setiap anak berbeda-beda, kita harus waspada apabila seorang anak mengalami keterlambatan perkembangan atau penyimpangan perkembangan.
Untuk mendeteksi keterlambatan khususnya gangguan , dapat digunakan 2 pendekatan :
Memberikan peranan kepada orang tua, nenek, guru atau pengasuh untuk melakukan deteksi dini dan melaporkan kepada dokter dan tenaga kesehatan lain bila anak mengalami keterlambatan atau gangguan perkembangan dan perilaku. Kerugian cara ini adalah bahwa orang tua sering menganggap bahwa anak akan dapat menyusul keterlambatannya dikemudian hari dan cukup ditunggu saja. Misalnya bila anak mengalami keterlambatan bicara, nenek mengatakan bahwa ayah atau ibu juga terlambat bicara, atau anggapan bahwa anak yang cepat jalan akan lebih lambat bicara. Kadang-kadang disulitkan oleh reaksi menolak dari orang tua yang tidak mengakui bahwa anak mengalami keterlambatan bicara.
Pendekatan lainnya adalah dengan deteksi aktif yang dapat dilakukan dokter atau dokter spesialis anak. Deteksi aktif ini dengan membandingkan kemampuan seorang anak dapat melakukan peningkatan perkembangan yang sesuai dengan baku untuk anak seusianya. Pendekatan kedua juga mempunyai kelemahan yaitu akan terlalu banyak anak yang diidentifikasi sebagai "abnormal" karena banyak gangguan perilaku penderita autis pada usia di bawah 2 tahun juga dialami oleh penderita yang normal. Sehingga beberapa klinisi bila kurang cermat dalam melakukan deteksi aktif ini dapat mengalami keterlambatan dalam penegakkan diagnosis. Tampaknya peranan orangtua sangatlah penting dalam mendeteksi gejala autis sejak dini. Orangtua harus peka terhadap perkembangan anak sejak lahir. Kepekaan ini tentunya harus ditunjang dengan peningkatan pengetahuan tentang perkembangan normal pada anak sejak dini. Informasi tersebut saat ini sangat mudah didapatkan melalui media cetak seperti buku kesehatan populer, koran, tabloid, majalah dan media elektronik seperti televisi, internet dan sebagainya. Orang tua juga harus peka terhadap kecurigaan orang lain termasuk pengasuh, nenek, kakek karena mereka sedikitnya telah mempunyai pengalaman dalam perawatan anak.
Peranan orang tua untuk melaporkan kecurigaannya dan peran dokter untuk menanggapi keluhan tersebut sama pentingnya dalam penatalaksanaan anak. Bila dijumpai keterlambatan atau penyimpangan harus dilakukan pemeriksaan atau menentukan apakah hal tersebut merupakan variasi normal atau suatu kelainan yang serius. Jangan berpegang pada pendapat :"Nanti juga akan membaik sendiri" atau "Anak semata-mata hanya terlambat sedikit" tanpa pemeriksaan yang cermat. Akibat yang terjadi diagnosis yang terlambat dan penatalaksanaan yang semakin sulit. Langkah yang harus dilakukan adalah dengan melakukan uji tapis atau skrining gangguan perilaku atau autis pada anak yang dicurigai yang dapat dilakukan oleh dokter.
Kemampuan penilaian skrining Autis ini hendaknya juga harus dipunyai oleh para dokter umum atau khususnya dokter spesialis anak. Dokter hendaknya harus cermat dalam melakukan penilaian skrening tersebut. Bila mendapatkan konsultasi dari orangtua pasien yang dicurigai Autis atau gangguan perilaku lainnya sebaiknya dokter tidak melakukan penilaian atau advis kepada orangtua sebelum melakukan skrining secara cermat. Banyak kasus dijumpai tanpa pemeriksaan dan penilaian skrening Autis yang cermat, dokter sudah berani memberikan advis bahwa masalah anak tersebut adalah normal dan nantinya akan membaik dengan sendirinya. Hambatan lainnya yang sering dialami adalah keterbatasan waktu konsultasi dokter, sehingga pengamatan skrening tersebut kadang sering tidak optimal. Orang tua sebaiknya tidak menerima begitu saja advis dari dokter bila belum dilakukan skrening Autis secara cermat. Bila perlu orangtua dapat melakukan pendapat kedua kepada dokter lainnya untuk mendapatkan konfirmasi yang lebih jelas.
Sebaliknya sebelum cermat melakukan penilaian, dokter sebaiknya tidak terburu-buru memvonis diagnosis Autis terhadap anak. Overdiagnosis Autis kadang menguntungkan khususnya dalam intervensi dini, tetapi dilain pihak juga dapat merugikan khususnya dalam menghadapi beban psikologis orang tua. Orangtua tertentu yang tidak kuat menghadapi vonis autis tersebut kadangkala akan menjadikan overprotected atau overtreatment kepada anaknya. Selain itu keadaan seperti itu dapat meningkatkan beban biaya pengobatan anak. Bukan menjadi rahasia lagi, bahwa orangtua penderita Autis sangat banyak mengeluarkan biaya konsultasi pada berbagai dokter, terapi okupasi, pemeriksaan laboratorium yang kadang mungkin belum perlu dilakukan.
sumber
1. American of Pediatrics, Committee on Children With Disabilities. Technical Report : The Pediatrician’s Role in Diagnosis and Management of Autistic Spectrum Disorder in Children. Pediatrics !107 : 5, May 2001) 2. Anderson S, Romanczyk R: Early intervention for young children with autism: A continuum-based behavioral models. JASH 1999; 24: 162-173. 3. APA: Diagnostic and statistic manual of mental disorders. 4th ed. Washington, DC: American Psychiatric Association; 1994. 4. Bettelheim B: The Empty Fortress: Infantile Autism and the Birth of the Self. New York, NY: Free 5. www.autisme.or.id 6. www.sinarharapan.co.id. 7. autism.blogsome.com
Suplemen Asam Folat Menurunkan Resiko Terlepasnya Placenta Sebelum Persalinan
Penggunaan asam folat dan suplement vitamin lain sebelum atau selama kehamilan tampaknya menurunkan resiko plasental abruption (terlepasnya plasenta sebelum waktunya), peneliti dari Norwegia melaporkan pada The American Journal of Epidemiology edisi April 2008.
Dr. Roy M. Nilsen et al dari University of Bergen mempelajari data dari 280.000 kelahiran tunggal yang dilaporkan di Norwegia antara tahun 1999 hingga 2004. Secara keseluruhan terjadi 1.070 kasus terlepasnya plasenta sebelum waktunya (0.38%).
Penggunaan asam folat dengan atau tanpa suplemen multivitamin sebelum atau selama kehamilan dikonsumsi oleh 36.4 % dari kelompok yang mengalami terlepasnya plasenta sebelum waktunya dan 44.4 % dari kelompok tidak mengalami terlepasnya plasenta sebelum waktunya.
Dibandingkan kelompok non-suplemen, penggunaan suplemen apapun diasosiasikan dengan pengurangan resiko terlepasnya plasenta sebelum waktunya sebanyak 26% (adjusted odds ratio = 0.74, 95% confidence interval: 0.65, 0.84). Wanita yang mengkonsumsi asam folat saja mempunyai adjusted odds ratio of 0.81 (95% confidence interval: 0.68, 0.98) untuk terlepasnya plasenta sebelum waktunya , sedangkan pengguna multivitamin mempunyai adjusted odds ratio 0.72 (95% confidence interval: 0.57, 0.91), relatif terhadap kelompok non supplemen. Pengurangan resiko tertinggi didapatkan pada mereka yang mengkonsumsi suplemen asam folat dan multivitamin (adjusted odds ratio = 0.68, 95% confidence interval: 0.56, 0.83).
Data ini mengarah kepada konsumsi suplemen asam folat dan vitamin selama kehamilan dapat diasosiasikan dengan pengurangan resiko terlepasnya plasenta sebelum waktunya dengan pengurangan resiko tertinggi dialami oleh kelompok yang mengkonsumsi asam folat dan multivitamin.
http://www.kalbe.co.id/articles/20123/suplemen-folat-menurunkan-resiko-terlepasnya-plasenta-sebelum-waktunya.html
Dr. Roy M. Nilsen et al dari University of Bergen mempelajari data dari 280.000 kelahiran tunggal yang dilaporkan di Norwegia antara tahun 1999 hingga 2004. Secara keseluruhan terjadi 1.070 kasus terlepasnya plasenta sebelum waktunya (0.38%).
Penggunaan asam folat dengan atau tanpa suplemen multivitamin sebelum atau selama kehamilan dikonsumsi oleh 36.4 % dari kelompok yang mengalami terlepasnya plasenta sebelum waktunya dan 44.4 % dari kelompok tidak mengalami terlepasnya plasenta sebelum waktunya.
Dibandingkan kelompok non-suplemen, penggunaan suplemen apapun diasosiasikan dengan pengurangan resiko terlepasnya plasenta sebelum waktunya sebanyak 26% (adjusted odds ratio = 0.74, 95% confidence interval: 0.65, 0.84). Wanita yang mengkonsumsi asam folat saja mempunyai adjusted odds ratio of 0.81 (95% confidence interval: 0.68, 0.98) untuk terlepasnya plasenta sebelum waktunya , sedangkan pengguna multivitamin mempunyai adjusted odds ratio 0.72 (95% confidence interval: 0.57, 0.91), relatif terhadap kelompok non supplemen. Pengurangan resiko tertinggi didapatkan pada mereka yang mengkonsumsi suplemen asam folat dan multivitamin (adjusted odds ratio = 0.68, 95% confidence interval: 0.56, 0.83).
Data ini mengarah kepada konsumsi suplemen asam folat dan vitamin selama kehamilan dapat diasosiasikan dengan pengurangan resiko terlepasnya plasenta sebelum waktunya dengan pengurangan resiko tertinggi dialami oleh kelompok yang mengkonsumsi asam folat dan multivitamin.
http://www.kalbe.co.id/articles/20123/suplemen-folat-menurunkan-resiko-terlepasnya-plasenta-sebelum-waktunya.html
Jumat, 13 Mei 2011
TEST Kehamilan Baru Dengan USB
Saat ini semakin mudah saja melakukan uji kehamilan, alat ini adalah alat tes kehamilan berupa USB yang terhubung dengan komputer.
Cara kerjanya mirip dengan alat tes kehamilan yang selama ini mudah ditemui di toko obat. Hanya saya, stik yang digunakan untuk tes urin dapat dihubungkan ke USB port di komputer.
Teteskan sampel urin pada stik di salah satu ujung USB. Kemudian, tancapkan ujung lainnya ke USB port di komputer Anda. Selanjutnya, kecanggihan komputer akan menganalisa kandungan hormon dalam urin Anda.
Setelah USB tertancap, komputer akan menganalisa urin Anda dengan memunculkan grafik mengenai kandungan Anda. Bahkan, alat ini juga dapat menganalisa waktu kesuburan, yang penting bagi perempuan yang ingin mempercepat atau menunda kehamilan.
Dengan tingkat keakuratan sekitar 99 persen, alat ini dijual seharga US$ 18 atau sekitar Rp 180.000. Anda tertarik?
Selamat mencoba.
(sumber;vivanews.com)
Minggu, 08 Mei 2011
Penyebab Keterlambatan Bicara Pada ANAK
Keterlambatan bicara adalah salah satu penyebab gangguan perkembangan yang paling sering ditemukan pada anak. Gangguan ini semakin hari tampak semakin meningkat pesat. Beberapa laporan menyebutkan angka kejadian gangguan bicara dan bahasa berkisar 5 – 10% pada anak sekolah. Penyebab gangguan bicara dan bahasa sangat luas dan banyak, terdapat beberapa risiko yang harus diwaspadai untuk lebih mudah terjadi gangguan ini. Semakin dini kita mendeteksi kelainan atau gangguan tersebut maka semakin baik pemulihan gangguan tersebut.
Semakin cepat diketahui penyebab gangguan bicara dan bahasa pada maka semakin cepat stimulasi dan intervensi dapat dilakukan pada anak tersebut. Deteksi dini gangguan bicara dan bahasa ini harus dilakukan oleh semua individu yang terlibat dalam penanganan anak ini, mulai dari orang tua, keluarga, dokter kandungan yang merawat sejak kehamilan dan dokter anak yang merawat anak tersebut. Pada anak normal tanpa gangguan bicara dan bahasa juga perlu dilakukan stimulasi kemampuan bicara dan bahasa sejak lahir bahkan bisa juga dilakukan stimulasi sejak dalam kandungan. Dengan stimulasi lebih dini digarapkan kemampuan bicara dan bahsa pada anak lebih optimal, sehingga dapat meningkatkan kualitas komunikasinya. Penanganan keterlambatan bicara dilakukan pendekatan medis sesuai dengan penyebab kelainan tersebut. Biasanya hal ini memerlukan penanganan multi disiplin ilmu di bidang kesehatan, di antaranya dokter anak dengan minat tumbuh kembang anak, Rehabilitasi Medik, Neurologi anak, Alergi anak, atau klinisi atau praktisi lainnya yang berkaitan.
PENYEBAB
Penyebab gangguan bicara dan bahasa sangat banyak dan luas, semua gangguan mulai dari proses pendengaran, penerus impuls ke otak, otak, otot atau organ pembuat suara. Berikut ini adalah beberapa penyebab gangguan bicara. Gangguan bicara pada anak dapat disebabkan karena kelainan organik yang mengganggu beberapa sistem tubuh seperti otak, pendengaran dan fungsi motorik lainnya. Beberapa penelitian menunjukkan penyebab ganguan bicara adalah adanya gangguan hemisfer dominan. Penyimpangan ini biasanya merujuk ke otak kiri. Beberapa anak juga ditemukan penyimpangan belahan otak kanan, korpus kalosum dan lintasan pendengaran yang saling berhubungan. Hal lain dapat juga di sebabkan karena diluar organ tubuh seperti lingkungan yang kurang mendapatkan stimulasi yang cukup atau pemakaian 2 bahasa. Namun bila penyebabnya karena lingkungan biasanya keterlambatan yang terjadi tidak terlalu berat. Adapun beberapa penyebab gangguan atau keterlambatan bicara adalah sebagai berikut:
GANGGUAN PENDENGARAN.
Anak yang mengalami gangguan pendengaran kurang mendengar pembicaraan disekitarnya. Gangguan pendengaran selalu harus difikirkan bila ada keterlambatan bicara. Terdapat beberapa penyebab gangguan pendengaran, bisa karena infeksi, trauma atau kelainan bawaan. Infeksi bisa terjadi bila mengalami infeksi yang berulang pada organ dalam sistem pendengaran. Kelainan bawaan biasanya karena kelainan genetik, infeksi ibu saat kehamilan, obat-obatan yang dikonsumsi ibu saat hamil, atau bila terdapat keluarga yang mempunyai riwayat ketulian. Gangguan pendengaran bisa juga saat bayi bila terjadi infeksi berat, infeksi otak, pemakaian obat-obatan tertentu atau kuning yang berat (hiperbilirubin). Pengobatan dengan pemasangan alat bantu dengar akan sangat membantu bila kelainan ini dideteksi sejak awal. Pada anak yang mengalami gangguan pendengaran tetapi kepandaian normal, perkembangan berbahasa sampai 6-9 bulan tampaknya normal dan tidak ada kemunduran. Kemudian menggumam akan hilang disusul hilangnya suara lain dan anak tampaknya sangat pendiam. Adanya kemunduran ini juga seringkali dicurigai sebagai kelainan saraf degeneratif.
KELAINAN ORGAN BICARA.
Kelainan ini meliputi lidah pendek, kelainan bentuk gigi dan mandibula (rahang bawah), kelainan bibir sumbing (palatoschizis/cleft palate), deviasi septum nasi, adenoid atau kelainan laring. Pada lidah pendek terjadi kesulitan menjulurkan lidah sehingga kesulitan mengucapkan huruf ”t”, ”n” dan ”l”. Kelainan bentuk gigi dan mandibula mengakibatkan suara desah seperti ”f”, ”v”, ”s”, ”z” dan ”th”. Kelainan bibir sumbing bisa mengakibatkan penyimpangan resonansi berupa rinolaliaaperta, yaitu terjadi suara hidung pada huruf bertekanan tinggi seperti ”s”, ”k”, dan ”g”.
RETARDASI MENTAL
Redartasi mental adalah kurangnya kepandaian seorang anak dibandingkan anak lain seusianya. Redartasi mental merupakan penyebab terbanyak dari gangguan bahasa. Pada kasus redartasi mental, keterlambatan berbahasa selalu disertai keterlambatan dalam bidang pemecahan masalah visuo-motor.
GENETIK HERIDITER DAN KELAINAN KROMOSOM
Gangguan karena kelainan genetik yang menurun dari orang tua. Biasanya juga terjadi pada salah satu atau ke dua orang tua saat kecil. Biasanya keterlambatan. Menurut Mery GL anak yang lahir dengan kromosom 47 XXX terdapat keterlambatan bicara sebelum usia 2 tahun dan membutuhkan terapi bicara sebelum usia prasekolah. Sedangkan Bruce Bender berpendapat bahwa kromosom 47 XXY mengalami kelainan bicara ekpresif dan reseptif lebih berat dibandingkan kelainan kromosom 47 XXX.
KELAINAN SENTRAL (OTAK)
Gangguan berbahasa sentral adalah ketidak sanggupan untuk menggabungkan kemampuan pemecahan masalah dengan kemampuan berbahasa yang selalu lebih rendah. Ia sering menggunakan mimik untuk menyatakan kehendaknya seperti pada pantomim. Pada usia sekolah, terlihat dalam bentuk kesulitan belajar.
AUTISME
Gangguan bicara dan bahasa yang berat dapat disebabkan karena autism. Autisme adalah gangguan perkembangan pervasif pada anak yang ditandai dengan adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi dan interaksi sosial.
MUTISM SELEKTIF
Mutisme selektif biasanya terlihat pada anak berumur 3-5 tahun, yang tidak mau bicara pada keadaan tertentu, misalnya di sekolah atau bila ada orang tertentu. Atau kadang-kadang ia hanya mau bicara pada orang tertentu, biasanya anak yang lebih tua. Keadaan ini lebih banyak dihubungkan dengan kelainan yang disebut sebagai neurosis atau gangguan motivasi. Keadaan ini juga ditemukan pada anak dengan gangguan komunikasi sentral dengan intelegensi yang normal atau sedikit rendah.
GANGGUAN EMOSI DAN PERILAKU LAINNYA
Gangguan bicara biasanya menyerta pada gangguan disfungsi otak minimal, gejala yang terjadi sangat minimal sehingga tidak mudah untuk dikenali. Biasanya diserta kesulitan belajar, hiperaktif, tidak terampil dan gejala tersamar lainnya
ALERGI MAKANAN
Alergi makanan ternyata juga bisa mengganggu fungsi otak, sehingga mengakibatkan gangguan perkembangan salah satunya adalah keterlambatan bicara pada anak. Gangguan ini biasanya terjadi pada manifestasi alergi pada gangguan pencernaan dan kulit. Bila alergi makanan sebagai penyebab biasanya keterlambatan bicara terjadi usia di bawah 2 tahun, di atas usia 2 tahun anak tampak sangat pesat perkembangan bicaranya.
DEPRIVASI LINGKUNGAN
Dalam keadaan ini anak tidak mendapat rangsang yang cukup dari lingkungannya. Apakah stimulasi yang kurang akan menyebabkan gangguan berbahasa? Penelitian menunjukkan sedikit keterlambatan bicara, tetapi tidak berat. Bilamana anak yang kurang mendapat stimulasi tersebut juga mengalami kurang makan atau child abuse, maka kelainan berbahasa dapat lebih berat karena penyebabnya bukan deprivasi semata-mata tetapi juga kelainan saraf karena kurang gizi atau penelantaran anak.
Berbagai macam keadaan lingkungan yang mengakibatkan keterlambatan bicara adalah :
LINGKUNGAN YANG SEPI
Bicara adalah bagian tingkah laku, jadi ketrampilannya melalui meniru. Bila stimulasi bicara sejak awal kurang, tidak ada yang ditiru maka akan menghambat kemampuan bicara dan bahasa pada anak.
STATUS EKONOMI SOSIAL
Menurut penelitian Mc Carthy, orang tua guru, dokter atau ahli hukum mempunyai anak dengan perkembangan bahasa yang lebih baik dibandingkan anak dengan orang tua pekerja semi terampil dan tidak terampil.
TEHNIK PENGAJARAN YANG SALAH
Cara dan komunikasi yang salah pada anak sering menyebabkan keterlambatan perkembangan bicara dan bahasa pada anak, karena perkembangan mereka terjadi karena proses meniru dan pembelajaran dari lingkungan.
SIKAP ORANG TUA ATAU ORANG LAIN DI LINGKUNGAN RUMAH YANG TIDAK MENYENANGKAN
Bicara bisa mengekspresikan kemarahan, ketegangan, kekacauan dan ketidak senangan seseorang, sehingga anak akan menghindari untuk berbicara lebih banyak untuk menjauhi kondisi yang tidak menyenangkan tersebut.
HARAPAN ORANG TUA YANG BERLEBIHAN TERHADAP ANAK
Sikap orang tua yang mempunyai harapan dan keinginan yang berlebihan terhadap anaknya, dengan memberikan latihan dan pendidikan yang berlebihan dengan harapan anaknya menjadi superior. Anak akan mengalami tekanan yang justru akan menghambat kemampuan bicaranya.
ANAK KEMBAR
Pada anak kembar didapatkan perkembangan bahasa yang lebih buruk dan lama dibandingkan dengan anak tunggal. Mereka satu sama lain saling memberikan lingkungan bicara yang buruk, karena biasanya mempunyai perilaku yang saling meniru. Hal ini menyebabkan mereka saling meniru pada keadan kemampuan bicara yang sama –sama belum bagus.
BILINGUAL ( 2 bahasa)
Pemakaian 2 bahasa kadang juga menjadi penyebab keterlambatan bicara, namun keadaan ini tidak terlalu mengkawatirkan. Umumnya anak akan memiliki kemampuan pemakaian 2 bahasa secara mudah dan baik. Smith meneliti pada kelompok anak bilingual tampak mempunyai perbendaharaan yang kurang dibandingkan anak dengan satu bahasa, kecuali pada anak dengan kecerdasan yang tinggi.
KETERLAMBATAN FUNGSIONAL
Dalam keadaan ini biasanya fungsi reseptif sangat baik, dan anak hanya mengalami gangguan dalam fungsi ekspresif: Ciri khas adalah anak tidak menunjukkan kelainan neurologis lain.
DETEKSI DINI KETERLAMBATAN BICARA
Walaupun kecepatan perkembangan setiap anak berbeda-beda, kita harus waspada apabila seorang anak mengalami keterlambatan perkembangan atau penyimpangan perkembangan. Demikian pula bila terjadi penurunan kemampuan berbahasa dan bicara seorang anak kita harus lebih mewaspadainya. Misalnya pada umur tertentu anak sudah bisa memanggil papa atau mama tetapi beberapa bulan kemudian kemampuan tersebut menghilang. Demikian pula dengan penurunan kemampuan mengioceh, yang sebelumnya sering jadi berkurang atau pendiam.
Beberapa tanda bahaya komunikasi yang yang harus diwaspadai terjadinya keterlambatan dan gangguan berbahasa dan bicara dapat dilihat:
TANDA BAHAYA GANGGUAN KOMUNIKASI
4 – 6 BULAN
1. Tidak menirukan suara yang dikeluarkan orang tuanya;
2. Pada usia 6 bulan belum tertawa atau berceloteh
8 – 10 BULAN
1. Usia 8 bulan tidak mengeluarkan suara yang menarik perhatian;
2. Usia 10 bulan, belum bereaksi ketika dipanggil namanya;
3. 9-10 bln, tidak memperlihatkan emosi seperti tertawa atau menangis
12 – 15 BULAN
1. 12 bulan, belum menunjukkan mimik;
2. 12 bulan, belum mampu mengeluarkan suara;
3. 12 bulan, tidak menunjukkan usaha berkomunikasi bila membutuhkan sesuatu;
4. 15 bulan, belum mampu memahami arti "tidak boleh" atau "daag";
5. 15 bulan, tidak memperlihatkan 6 mimik yang berbeda;
6. 15 bulan, belum dapat mengucapkan 1-3 kata;
18 – 24 BULAN
1. 18 bulan, belum dapat menucapkan 6-10 kata;
2. 18-20 bulan, tidak menunjukkan ke sesuatu yang menarik perhatian;
3. 21 bulan, belum dapat mengikuti perintah sederhana;
4. 24 bulan, belum mampu merangkai 2 kata menjadi kalimat;
5. 24 bulan, tidak memahami fungsi alat rumah tangga seperti sikat gigi dan telepon;
6. 24 bulan, belum dapat meniru tingkah laku atau kata-kata orang lain;
7. 24 bulan, tidak mampu meunjukkan anggota tubuhnya bila ditanya;
30 – 36 BULAN
1. 30 bulan, tidak dapat dipahami oleh anggota keluarga;
2. 36 bulan, tidak menggunakan kalimat sederhana, pertanyaan dan tidak dapat dipahami oleh orang lain selain anggota keluarga;
3 – 4 TAHUN
1. 3 tahun, tidak mengucapkan kalimat, tidak mengerti perintah verbal dan tidak memiliki
2. minat bermain dengan sesamanya;
3. 3,5 tahun, tidak dapat menyelesaikan kata seperti "ayah" diucapkan "aya";
4. 4 tahun, masih gagap dan tidak dapat dimengerti secara lengkap.
Semakin cepat diketahui penyebab gangguan bicara dan bahasa pada maka semakin cepat stimulasi dan intervensi dapat dilakukan pada anak tersebut. Deteksi dini gangguan bicara dan bahasa ini harus dilakukan oleh semua individu yang terlibat dalam penanganan anak ini, mulai dari orang tua, keluarga, dokter kandungan yang merawat sejak kehamilan dan dokter anak yang merawat anak tersebut. Pada anak normal tanpa gangguan bicara dan bahasa juga perlu dilakukan stimulasi kemampuan bicara dan bahasa sejak lahir bahkan bisa juga dilakukan stimulasi sejak dalam kandungan. Dengan stimulasi lebih dini digarapkan kemampuan bicara dan bahsa pada anak lebih optimal, sehingga dapat meningkatkan kualitas komunikasinya. Penanganan keterlambatan bicara dilakukan pendekatan medis sesuai dengan penyebab kelainan tersebut. Biasanya hal ini memerlukan penanganan multi disiplin ilmu di bidang kesehatan, di antaranya dokter anak dengan minat tumbuh kembang anak, Rehabilitasi Medik, Neurologi anak, Alergi anak, atau klinisi atau praktisi lainnya yang berkaitan.
PENYEBAB
Penyebab gangguan bicara dan bahasa sangat banyak dan luas, semua gangguan mulai dari proses pendengaran, penerus impuls ke otak, otak, otot atau organ pembuat suara. Berikut ini adalah beberapa penyebab gangguan bicara. Gangguan bicara pada anak dapat disebabkan karena kelainan organik yang mengganggu beberapa sistem tubuh seperti otak, pendengaran dan fungsi motorik lainnya. Beberapa penelitian menunjukkan penyebab ganguan bicara adalah adanya gangguan hemisfer dominan. Penyimpangan ini biasanya merujuk ke otak kiri. Beberapa anak juga ditemukan penyimpangan belahan otak kanan, korpus kalosum dan lintasan pendengaran yang saling berhubungan. Hal lain dapat juga di sebabkan karena diluar organ tubuh seperti lingkungan yang kurang mendapatkan stimulasi yang cukup atau pemakaian 2 bahasa. Namun bila penyebabnya karena lingkungan biasanya keterlambatan yang terjadi tidak terlalu berat. Adapun beberapa penyebab gangguan atau keterlambatan bicara adalah sebagai berikut:
GANGGUAN PENDENGARAN.
Anak yang mengalami gangguan pendengaran kurang mendengar pembicaraan disekitarnya. Gangguan pendengaran selalu harus difikirkan bila ada keterlambatan bicara. Terdapat beberapa penyebab gangguan pendengaran, bisa karena infeksi, trauma atau kelainan bawaan. Infeksi bisa terjadi bila mengalami infeksi yang berulang pada organ dalam sistem pendengaran. Kelainan bawaan biasanya karena kelainan genetik, infeksi ibu saat kehamilan, obat-obatan yang dikonsumsi ibu saat hamil, atau bila terdapat keluarga yang mempunyai riwayat ketulian. Gangguan pendengaran bisa juga saat bayi bila terjadi infeksi berat, infeksi otak, pemakaian obat-obatan tertentu atau kuning yang berat (hiperbilirubin). Pengobatan dengan pemasangan alat bantu dengar akan sangat membantu bila kelainan ini dideteksi sejak awal. Pada anak yang mengalami gangguan pendengaran tetapi kepandaian normal, perkembangan berbahasa sampai 6-9 bulan tampaknya normal dan tidak ada kemunduran. Kemudian menggumam akan hilang disusul hilangnya suara lain dan anak tampaknya sangat pendiam. Adanya kemunduran ini juga seringkali dicurigai sebagai kelainan saraf degeneratif.
KELAINAN ORGAN BICARA.
Kelainan ini meliputi lidah pendek, kelainan bentuk gigi dan mandibula (rahang bawah), kelainan bibir sumbing (palatoschizis/cleft palate), deviasi septum nasi, adenoid atau kelainan laring. Pada lidah pendek terjadi kesulitan menjulurkan lidah sehingga kesulitan mengucapkan huruf ”t”, ”n” dan ”l”. Kelainan bentuk gigi dan mandibula mengakibatkan suara desah seperti ”f”, ”v”, ”s”, ”z” dan ”th”. Kelainan bibir sumbing bisa mengakibatkan penyimpangan resonansi berupa rinolaliaaperta, yaitu terjadi suara hidung pada huruf bertekanan tinggi seperti ”s”, ”k”, dan ”g”.
RETARDASI MENTAL
Redartasi mental adalah kurangnya kepandaian seorang anak dibandingkan anak lain seusianya. Redartasi mental merupakan penyebab terbanyak dari gangguan bahasa. Pada kasus redartasi mental, keterlambatan berbahasa selalu disertai keterlambatan dalam bidang pemecahan masalah visuo-motor.
GENETIK HERIDITER DAN KELAINAN KROMOSOM
Gangguan karena kelainan genetik yang menurun dari orang tua. Biasanya juga terjadi pada salah satu atau ke dua orang tua saat kecil. Biasanya keterlambatan. Menurut Mery GL anak yang lahir dengan kromosom 47 XXX terdapat keterlambatan bicara sebelum usia 2 tahun dan membutuhkan terapi bicara sebelum usia prasekolah. Sedangkan Bruce Bender berpendapat bahwa kromosom 47 XXY mengalami kelainan bicara ekpresif dan reseptif lebih berat dibandingkan kelainan kromosom 47 XXX.
KELAINAN SENTRAL (OTAK)
Gangguan berbahasa sentral adalah ketidak sanggupan untuk menggabungkan kemampuan pemecahan masalah dengan kemampuan berbahasa yang selalu lebih rendah. Ia sering menggunakan mimik untuk menyatakan kehendaknya seperti pada pantomim. Pada usia sekolah, terlihat dalam bentuk kesulitan belajar.
AUTISME
Gangguan bicara dan bahasa yang berat dapat disebabkan karena autism. Autisme adalah gangguan perkembangan pervasif pada anak yang ditandai dengan adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi dan interaksi sosial.
MUTISM SELEKTIF
Mutisme selektif biasanya terlihat pada anak berumur 3-5 tahun, yang tidak mau bicara pada keadaan tertentu, misalnya di sekolah atau bila ada orang tertentu. Atau kadang-kadang ia hanya mau bicara pada orang tertentu, biasanya anak yang lebih tua. Keadaan ini lebih banyak dihubungkan dengan kelainan yang disebut sebagai neurosis atau gangguan motivasi. Keadaan ini juga ditemukan pada anak dengan gangguan komunikasi sentral dengan intelegensi yang normal atau sedikit rendah.
GANGGUAN EMOSI DAN PERILAKU LAINNYA
Gangguan bicara biasanya menyerta pada gangguan disfungsi otak minimal, gejala yang terjadi sangat minimal sehingga tidak mudah untuk dikenali. Biasanya diserta kesulitan belajar, hiperaktif, tidak terampil dan gejala tersamar lainnya
ALERGI MAKANAN
Alergi makanan ternyata juga bisa mengganggu fungsi otak, sehingga mengakibatkan gangguan perkembangan salah satunya adalah keterlambatan bicara pada anak. Gangguan ini biasanya terjadi pada manifestasi alergi pada gangguan pencernaan dan kulit. Bila alergi makanan sebagai penyebab biasanya keterlambatan bicara terjadi usia di bawah 2 tahun, di atas usia 2 tahun anak tampak sangat pesat perkembangan bicaranya.
DEPRIVASI LINGKUNGAN
Dalam keadaan ini anak tidak mendapat rangsang yang cukup dari lingkungannya. Apakah stimulasi yang kurang akan menyebabkan gangguan berbahasa? Penelitian menunjukkan sedikit keterlambatan bicara, tetapi tidak berat. Bilamana anak yang kurang mendapat stimulasi tersebut juga mengalami kurang makan atau child abuse, maka kelainan berbahasa dapat lebih berat karena penyebabnya bukan deprivasi semata-mata tetapi juga kelainan saraf karena kurang gizi atau penelantaran anak.
Berbagai macam keadaan lingkungan yang mengakibatkan keterlambatan bicara adalah :
LINGKUNGAN YANG SEPI
Bicara adalah bagian tingkah laku, jadi ketrampilannya melalui meniru. Bila stimulasi bicara sejak awal kurang, tidak ada yang ditiru maka akan menghambat kemampuan bicara dan bahasa pada anak.
STATUS EKONOMI SOSIAL
Menurut penelitian Mc Carthy, orang tua guru, dokter atau ahli hukum mempunyai anak dengan perkembangan bahasa yang lebih baik dibandingkan anak dengan orang tua pekerja semi terampil dan tidak terampil.
TEHNIK PENGAJARAN YANG SALAH
Cara dan komunikasi yang salah pada anak sering menyebabkan keterlambatan perkembangan bicara dan bahasa pada anak, karena perkembangan mereka terjadi karena proses meniru dan pembelajaran dari lingkungan.
SIKAP ORANG TUA ATAU ORANG LAIN DI LINGKUNGAN RUMAH YANG TIDAK MENYENANGKAN
Bicara bisa mengekspresikan kemarahan, ketegangan, kekacauan dan ketidak senangan seseorang, sehingga anak akan menghindari untuk berbicara lebih banyak untuk menjauhi kondisi yang tidak menyenangkan tersebut.
HARAPAN ORANG TUA YANG BERLEBIHAN TERHADAP ANAK
Sikap orang tua yang mempunyai harapan dan keinginan yang berlebihan terhadap anaknya, dengan memberikan latihan dan pendidikan yang berlebihan dengan harapan anaknya menjadi superior. Anak akan mengalami tekanan yang justru akan menghambat kemampuan bicaranya.
ANAK KEMBAR
Pada anak kembar didapatkan perkembangan bahasa yang lebih buruk dan lama dibandingkan dengan anak tunggal. Mereka satu sama lain saling memberikan lingkungan bicara yang buruk, karena biasanya mempunyai perilaku yang saling meniru. Hal ini menyebabkan mereka saling meniru pada keadan kemampuan bicara yang sama –sama belum bagus.
BILINGUAL ( 2 bahasa)
Pemakaian 2 bahasa kadang juga menjadi penyebab keterlambatan bicara, namun keadaan ini tidak terlalu mengkawatirkan. Umumnya anak akan memiliki kemampuan pemakaian 2 bahasa secara mudah dan baik. Smith meneliti pada kelompok anak bilingual tampak mempunyai perbendaharaan yang kurang dibandingkan anak dengan satu bahasa, kecuali pada anak dengan kecerdasan yang tinggi.
KETERLAMBATAN FUNGSIONAL
Dalam keadaan ini biasanya fungsi reseptif sangat baik, dan anak hanya mengalami gangguan dalam fungsi ekspresif: Ciri khas adalah anak tidak menunjukkan kelainan neurologis lain.
DETEKSI DINI KETERLAMBATAN BICARA
Walaupun kecepatan perkembangan setiap anak berbeda-beda, kita harus waspada apabila seorang anak mengalami keterlambatan perkembangan atau penyimpangan perkembangan. Demikian pula bila terjadi penurunan kemampuan berbahasa dan bicara seorang anak kita harus lebih mewaspadainya. Misalnya pada umur tertentu anak sudah bisa memanggil papa atau mama tetapi beberapa bulan kemudian kemampuan tersebut menghilang. Demikian pula dengan penurunan kemampuan mengioceh, yang sebelumnya sering jadi berkurang atau pendiam.
Beberapa tanda bahaya komunikasi yang yang harus diwaspadai terjadinya keterlambatan dan gangguan berbahasa dan bicara dapat dilihat:
TANDA BAHAYA GANGGUAN KOMUNIKASI
4 – 6 BULAN
1. Tidak menirukan suara yang dikeluarkan orang tuanya;
2. Pada usia 6 bulan belum tertawa atau berceloteh
8 – 10 BULAN
1. Usia 8 bulan tidak mengeluarkan suara yang menarik perhatian;
2. Usia 10 bulan, belum bereaksi ketika dipanggil namanya;
3. 9-10 bln, tidak memperlihatkan emosi seperti tertawa atau menangis
12 – 15 BULAN
1. 12 bulan, belum menunjukkan mimik;
2. 12 bulan, belum mampu mengeluarkan suara;
3. 12 bulan, tidak menunjukkan usaha berkomunikasi bila membutuhkan sesuatu;
4. 15 bulan, belum mampu memahami arti "tidak boleh" atau "daag";
5. 15 bulan, tidak memperlihatkan 6 mimik yang berbeda;
6. 15 bulan, belum dapat mengucapkan 1-3 kata;
18 – 24 BULAN
1. 18 bulan, belum dapat menucapkan 6-10 kata;
2. 18-20 bulan, tidak menunjukkan ke sesuatu yang menarik perhatian;
3. 21 bulan, belum dapat mengikuti perintah sederhana;
4. 24 bulan, belum mampu merangkai 2 kata menjadi kalimat;
5. 24 bulan, tidak memahami fungsi alat rumah tangga seperti sikat gigi dan telepon;
6. 24 bulan, belum dapat meniru tingkah laku atau kata-kata orang lain;
7. 24 bulan, tidak mampu meunjukkan anggota tubuhnya bila ditanya;
30 – 36 BULAN
1. 30 bulan, tidak dapat dipahami oleh anggota keluarga;
2. 36 bulan, tidak menggunakan kalimat sederhana, pertanyaan dan tidak dapat dipahami oleh orang lain selain anggota keluarga;
3 – 4 TAHUN
1. 3 tahun, tidak mengucapkan kalimat, tidak mengerti perintah verbal dan tidak memiliki
2. minat bermain dengan sesamanya;
3. 3,5 tahun, tidak dapat menyelesaikan kata seperti "ayah" diucapkan "aya";
4. 4 tahun, masih gagap dan tidak dapat dimengerti secara lengkap.
Langganan:
Postingan (Atom)